Senin, 31 Januari 2011

SHOLAT JAMA' EMPAT MAZHAB

Selasa, 31 Maret 2009 21:02:53 - oleh : admin
Berikut pendapat empat mazhab terkait salat jamak.
Pendapat Malikiyah
Mereka berpendapat bahwa sebab-sebab shalat Jama' itu sebagai berikut:
1. Safar (melakukan perjalanan)
2. Sakit
3. Hujan
4. Tanah berlumpur (becek) serta gelap pada akhir bulan.
5. Ada di Arafah atau di Muzdalifah bagi yang menunaikan ibadah haji.
 Sebab pertam adalah “safar”. Yang dimaksud adalah semua perjalanan, mencapai jarak qashar ataupun tidak; dan disyaratkan perjalanan itu tidak haraam dan tidak pula makruh. Maka bagi orang yang melakukan safar yang hukumnya mubah, boleh menjamak antara shalat dzuhur dan ashar dengan jamak taqdim dengan dua syarat:
 a. Matahari telah tergelincir ket6ika sesorang musafir berhenti I suatu tempat untuk istirahat.
 b. Ia berniat untuk pergi sebelum waktu ashar masuk, dan akan berhenti untuk beristirahat lagi setelah terbenam matahari.
 Jika ia berniat berhenti sebelum matahari menguning, maka sebelum pergi hendaklah melaksanakan shalat Zhuhur terlebih dahulu dan wajib mengakhirkan shalat Ashar sehingga ia berhenti, karena berhentinya itu tepat pada waktunya yang iklntiyari (luas), maka tidak ada alasan baginya untuk menjama' taqdim shalat tersebut. Jika ia jama' toqdim dengan shalat Zhuhur, maka shalat sah, akan tetapi ia berdosa, dan disunnatkan baginya untuk mengulang shalat Ashar itu pada waktunya yang ikhtiyari tadi setelah ia berhenti. Sedang apabila ia berniat berhenti setelah matahari menguning (sebelum Maghrib), maka hendaklah ia melaksanakan shalat Zhuhurnya sebelum pergi, dan mengenai shalat Asharnya, boleh memilih, boleh di-taqdim, dan boleh juga di-ta'khir hingga ia berhenti, karena shalat Ashar itu - bagaimanapun juga - masih dilaksanakan pada waktu dharuri. Sebab bila Ashar itu di-taqdim tetap dilaksanakan pada waktu dharuri yang didahulukan karena alasan safar, dan bila di-ta'khir juga tetap dilaksanakan pada waktu dharuri yang disyari'atkan.
 Bila waktu Zhuhur telah masuk - yang ditandai dengan tergelincirnya matahari - sedangkan ia dalam perjalanan, maka bila ia berniat untuk berhenti ketika matahari menguning atau sebelum menguning, ia boleh men-ta'khir Zhtihur sehingga menjama'nya dengan Ashar setelah berhenti. Dan jika berniat untuk berhenti setelah matahari terbenam, maka ia tidak boleh men-ta'khir Ashar hingga berhenti, karena yang demikian itu dapat menyebabkan kehiarnya kedua shalat tersebut dari waktunya. Akan tetapi antara kedua shalat itu hendaklah dijama' secara simbolis, yaitu dengan melaksanakan shalat Zhuhur pada akhir waktunya yang ikhtiyari dan melaksanakan Ashar pada awal waktunya yang ikhtiyari. Sedangkan shalat Maghrib dan Isya' hukumnya sama dengan Zhuhur dan Ashar dalam semua rincian ini.
 Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa awal waktu shalat Maghrib, yaitu terbenamnya matahari, sama dengan kedudukan tergelincirnya matahari dibandingkan dengan shalat Zhuhur; dan sepertiga malam pertama sama kedudukannya dengan menguningnya matahari setelah Ashar. Sedangkan terbitnya fajar sama dengan terbenamnya matahari seperti yang telah dikemukakan tadi.
 Apabila ia memasuki waktu Maghrib sedang ia dalam keadaan berhenti, maka apabila ia berniat berangkat sebelum memasuki waktu Isya' dan berherti sebelum terbit fajar, hendaklah ia men-jama' taqdim shalat Isya' dengan Maghribnya sebelum berangkat; dan apabila ia berniat berhenti sebelum sepertiga malam pertama, maka hendaklah ia men-ta'khir lsya'nya sehingga berhenti. Sedang apabila ia berniat berhenti setelah sepertiga malam pertama maka hendaklah ia melaksanakan shalat Maghribnya sebelum berangkat, dan mengenai shalat Isya'nya ia boleh memilih. Berdasarkan hal ini Anda dapat mengqiyaskan (mengambil perbandingan).
 Hukum shalat jama' bagi seorang musafir adalah boleh, dalam artian khilaf al-Aula (menyalahi ketentuan yang lebih utama). Maka yang paling utama adalah meninggalkan jama'. Shalat jama' itu hanya boleh dilaksanakan bila ia melakukan perjalanan darat. Sedang untuk perjalanan laut, maka tidak boleh menjama' shalat, karena dispensasi (kebolehan) jama' itu hanya berlaku unttik perjalanan darat, tidak untuk perjalanan lainnya.
 Sebab kedua, adalah sakit. bagi orang sakit yang susah untuk berdiri pada setiap kali shalat atau ia susah untuk wudhu', seperti orang yang sakit perut, maka ia boleh menjama' antara Zhuhur dan Ashar, dan antara Maghrib dan Isya' secara simbolis, misalnya dengan cara melaksanakan Zhuhur pada akhir waktunya yang ikhtiyari dan melaksanakan Ashar pada awal waktunya yang ikhtiyari, serta melaksanakan shalat Maghrib sesaat sebelum hilangnya mega (merah) dan melaksanakan shalat Isya' pada awal hilangnya mega (merah). Ini bukanlah jama' hakiki, karena masing-masing shalat itu tetap dilaksanakan pada waktunya. Yang demikian itu hulnrmnya boleh, tidak makruh. Dan bagi orang yang melakukannya itu memperoleh keutamaan awal waktu. Berbeda halnya dengan orang yang tidak ada uzdur, sekalipun ia boleh melaksanakan shalat jama' secara simbolis, akan tetapi ia telah kehilangan fadilah (keutamaan) awal waktu.
Sedangkan orang sehat yang khawatir akan mengalami pusing kepala yang dapat menghalanginya melaksanakan shalat sesuai dengan cara yang semestinya, atau khawatir pingsan yang dapat menghalanginya melaksanakan shafat ketika memasuki waktu shalat yang kedua, seperti (waktu) Ashar bagi Zhuhur, dan (waktu) Isya' bagi Maghrib, maka dibolehkan baginya men-taqdim shalat yang kedua bersama shalat yang pertama. Jika ia men-taqdim shalat tersebut sementara apa yang dikhawatirkannya itu tidak terjadi, maka sebaiknya ia mengulang Pada waktu itu juga, sekalipun pada waktu dharuri.
Sebab ketiga dan keempat, yaitu hujan, berlumpur dan gelap. Apabila ada hujan lebat yang sampai menyebabkan seseorang menutup kepalanya, atau menyebabkan tanah sangat berlumpur yang sampai menyebabkan seseorang melepas sepatunya disertai gelap, maka dibolehkan menjama' taq~lim lsya' dengan Maghrib untuk tetap menjaga (pelaksanaan) shalat lsya' dengan berjama'ah tanpa ada kesulitan. Maka ia berangkat ke masjid pada waktu Maghrib dan melaksanakan kedua shalat itu (Maghrib dan Isya') sekaligus. Sholat jama' semacam ini boleh dalam arti khilaf al-Aula (menyalahi ketentuan yang lebih utama). Yang demikian itu khusus dilaksanakan di dalam masjid; maka tidak boleh dilaksanakan di rumah-rumah.
Mengenai sifat shalat jama' ini, hendaknya dikumandangkan adzan Maghrib terlebih dahulu dengan suara keras sebagaimana biasanya, kemudian disunnatkan menunda shalat Maghrib itu setelah adzan sebatas lama kurang lebih melaksanakan tiga rakaat, baru kemudian melaksanakan shalat Maghrib. Lalu disunnatkan beradzan untuk shalat Isya' di masjid, bukan di atas menara, agar tidak orang-orang tidak menduga telah masuk waktu Isya' yang biasa. Adzan itu hendaklah dikumandangkan dengan suara rendah, kemudian shalat Isya' itu dilaksanakan. Antara adzan dan Isya' jangan sampai dipisah dengan shalat nafilah; demikian juga dimakruhkan melalcsanakan shalat nafilah antara setiap dua shalat yang dijama'. Bila dilaksanakan (shalat nafilah), itu tidak berarti menghalangi dilaksanakannya nafilah setelah Isya' yang dijama' karena hujan; dan hendaklah ia menunda shalat Witirnya sehingga mega merah hilang, karena shalat Witir itu tidak sah dilaksanakan kecuali setelah hilangnya mega merah. Bagi orang yang shalat sendirian tidak boleh melaksanakan shalat jama' di masjid kecuali ia imam tetap yang mempunyai rumah tempat pulang, maka ia boleh menjama' sendirian dengan niat jama' sekaligus imamah, karena shalat jama' itu (baginya) berfungsi sebagai shalat jama'ah. Bagi orang yang ber-i'tikaf di masjid boleh menjama' mengikuti orang yang menjama' di masjid tersebut, bila ada.
Apabila hujan reda setelah memulai shalat pertama, maka ia (tetap) boleh menjama', lain halnya bila hujan itu reda sebelum memulai shalat.
Sebab kelima, ada di Arafat. Bagi yang menunaikan ibadah haji disunnatkan menjama' antara shalat Zhuhur dan Ashar dengan jama' taqdim di Arafat, baik ia penduduk Arafat atau salah seorang penduduk dari daerah tempat ibadah haji lainnya, seperti Mina dan Muzdalifah, atau salah seorang Penduduk daerah jauh. Dan disunnatkan bagi yang bukan penduduk Arafat untuk mengqashar, sekalipun jaraknya tidak mencapai jarak qashar.
Sebab keenam, orang yang menunaikan ibadah haji itu ada di Muzdalifah. Bagi orang yang menunaikan ibadah haji, setelah bertolak dari Arafat disunnatkan men-ta'khir shalat Maghribnya hingga ia sampai di Muzdalifah, maka shalat Maghrib itu di-jama' ta'khir dengan shalat Isya'nya. Shalat jama’ ini hanya disunnatkan bagi seseorang yang wuquf di Arafat bersama imam. Jika tidak, maka hendaklah ia melaksanakan masing-masing shalat itu pada waktunya. Dan disunnakan mengqashar shalat Isya' bagi selain penddatang Muzdalifah , karena qaidah (yang mereka pakai) bahwa menjama' itu hukumnya sunnat bagi setiap jama'ah haji, sedangkan qashar adalah khusus bagi selain penduduk yang tinggal di tempat itu, yakni Arafat dan Muzdalifah.
Pendapat Syafi'iyah
Mereka berpendapat bahwa seorang musafir yang melakukan perjalanan qashar yang telah dikemukakan terdahulu dengan memenuhi syarat-syarat safar dibolehkan men-jama' taqdim atau ta'khir antara dua shalat yang tetah disebutkan tadi; dan dibolehkan men-jama' taqdim saja disebabkan hujan. Dalam jama' taqdim terdapat enam syarat, yaitu:
1. Tertib, yaitu dengan memulai shalat yang mempunyai wakrii tersebut. Bila musafir itu berada pada waktu Zhuhur dan hendak melaksanakan shalat Ashar bersama Zhuhur pada waktu Zhuhur, maka ia harus memulai dengan shalat Zhuhur. Jika dibalik, maka shalat Zhuhur itu sah, sehagai yang mempunyai waktu; sedangkan shalat yang sebelum Zhuhur (yaitu Asharf tidak sah sebagai shalat fardhu dan tidak pula sebagai nafilal, (yaitui) bila ia tidak mempunyai tanggungan shalat fardhu (Ashar) yang sama. Bila mempunyai tanggungan itu, maka shalat tersebut berfungsi sebagat. penggantinya. Jika ia lakukan hal tersebut karena lupa atau tidak tahu, maka shalat tersebut sah sebagai nafilah.
2. Niat shalat jama' itu dilakukan dalam shalat pertama, yaitu dengan berniat dalam hatinya bahwa ia akan melaksanakan shalat Ashar setelah shalat Zhuhur. Niat tersebut disyaratkan agar dilakukan dalam shalat pertama sekalipun bersamaan dengan salamnya. Maka niat itu tidak cukup dilakukan sebelum takbiratul ihram (shalat kedua) dan tidak pula setelah salam (shalat pertama).
3. Menyegerakan antara kedua shalat tersebut, dalam arti jarak antara keduanya tidak boleh lama sebatas cukup melaksanakan dua raka'at yang sesederhana mungkin. Maka ia tidak boleh melaksanakan shalat sunnat rawatib di antara kedua shalat tersebut. Antara kedua shalat itu boleh dipisah dengan adzan, iqamah dan bersuci. Jika ia melaksanakan shalat Zhuhur dengan tayamum, kemudian hendak menjama' shalat Ashar hersamanya, maka tidak batal memisah (kedua shalat itu) dengan tayamum yang kedua kalinya untuk shalat Ashar, karena menjama' antara dua shalat tidak boleh dengan satu tayamum, sebagaimana terdahulu.
4. Perjalanan tersebut tetap berlangsung hingga ia memulai shalat kedua yang ditandai dengan takbiratul ihram, sekalipun setelah itu perjalanan tersebut terputus ketika sedang melaksanakan shalat. Sedang apabila perjalanannya itu terputus sebelum memulai shalat, maka jama'nya itu tidak sah karena hilangnya sebab.
5. Waktu shalat yang pertama diyakini masih ada hingga ia melaksanakan shalat yang kedua.
6. Shalat yang pertama diduga kuat sah. Jika shalat yang pertama adalah shalat Jum'at yang didirikan di suatu tempat yang terdapat banyak masjid tanpa ada suatu kebutuhan sementara ia ragu-ragu apakah shalat Jum'at yang ia laksanakan itu lebih dulu selesai atau bersamaan? maka shalat Ashar itu tidak sah dijama' taqdim dengan shalat Jum'at yang lebih utama adalah meninggalkan Jama', karena tentang kebolehannya masih diperselisihkan dalam pendapat berbagai madzhab. Akan tetapi shalat jama' itu hukumnya sunnat apabila seorang yang melakukan ibadah haji itu melakukan perjalanan, sedang ia tinggal di Arafat atau di Muzdalifah. Yang afdhal bagi yang pertama (yang tinggal di Arafat) adalah men-jama' taqdim Ashar dengan Zhuhur. Sedangkan bagi yang kedua (yang tinggal di Muzdalifah) adalah men-jama' ta'kmir Maghrib dengan Isya', karena para madzhab sepakat dengan bolehnya menjama' keduanya.
Dan ketahuilah bahwa jama' itu terkadang juga hukumnya wajib dan terkadang mandub. Apabila waktu shalat yang pertama itu tidak cukup untuk melakukan thaharah (bersuci) dan shalat, maka ia wajib men-jama' ta'khir. Dan disunnatkan menjama' bagi yang menunaikan haji yang bepergian seperti yang telah dijelaskan terdahulu, sebagaimana juga disunnatkan apabila dengan jama' tersebut dapat menyebabkan sempurnanya shalat, misalnya ia berjama'ah ketika menjama' sebagai pengganti shalatnya yang sendirian ketika ia tidak menjama'.
Untuk menjama' ta'khir shalat ketika bepergian disyaratkan dua hal:
1. Berniat ta'khir pada waktu shalat yang pertama selama sisa waktunya itu masih cukup untuk melaksanakan shalat dengan sempurna atau qashar, Bila ia tidak berniat ta'khir, atau berniat ta'khir akan tetapi sisa waktunya tidak cukup untuk melaksanakan shalat, berarti ia telah berdosa. Dan shalat itu menjadi shalat qadha' bila ia tidak sempat melaksanakan satu raka'at dari shalat tersebut pada waktunya. Bila sempat, berarti shalat itu dihukumi sebagai shalat ada' (shalat tunai) namun hukumnya tetap haram.
2. Perjalanan itu tetap berlangsung hingga kedua shalat tersebut sempur. Jika sebelum itu ia mukim, maka shalat yang diniatkan ta'khir itu memjadi shalat qadha'. Sedangkan menertibkan dan menyegerakan antara shalat itu - dalam jama' ta'khir - hukumnya sunnat, bukan syarat.
Bila salah satu dari syarat-syarat di atas tidak terpenuhi, maka tidak boleh bagi yang mukim menjama' shalat. Gelap gulita, angin, takut, tanah berlumpur (becek) dan sakit bukanlah termasuk sebab-sebab yang membolehkan jama bagi seorang yang mukim, berdasarkan pendapat yang masyhur; sedang pendapat yang rajih membolehkan jama' taqdim dan ta'khir dengan alasan sakit.
Pendapat Hanafiyah
Mereka berpendapat bahwa menjama' antara dua shalat dalam satu waktu tidak boleh, baik dalam safar ataupun pada saat hadhar (ada di kampung halaman) dengan alasan apapun, kecuali dalam dua hal, yaitu:
 Pertama: Boleh men-jama' taqdim Zhuhur dan Ashar pada waktu Zhuhur dengan empat syarat:
1. Shalat jama' itu dilakukan pada hari Arafah (bagi jama'ah haji).
2. Orang tersebut sedang dalam ihram haji.
3. Berjama'ah di belakang imam kaum muslimin atau wakilnya.
4. Shalat Zhuhur yang ia laksanakan itu sah. Bila ternyata shalat Zhuhur itu ketahuan batal, maka ia wajib mengulangnya, dan dalam hal ini ia tidak boleh menjama' shalat Zhuhur itu dengan Ashar, melainkan ia wajib melaksanakan Ashar itu bila waktunya telah masuk.
 Kedua, Boleh men-jama' ta'khur Maghrib dan Isya' pada waktu Isya' dengan dua syarat:
1. Orang tersebut ada di Muzdalifah.
2. Ia sedang dalam ihram haji.
Kedua shalat itu dijama' tanpa diadzankan kecuali sekali, sekalipun masing-masing dari kedua shalat tersebut menggunakan iqamah tersendiri. Abdullah bin Mas'ud berkata:
“Demi Dzat Yang tiada Tuhan selain Dia, Rasulullah SAW belum pernah melaksanakan shalat kecuali pada waktunya, selain dua shalat, yaitu jama' antara Zhuhur dan Ashar di Arafat dan jama' antara Maghrib dan Isya' di Muzdilifah.” (H.R. Imam Bukhari dan Muslim).
Pendapat Hanabilah
Mereka berpendapat bahwa menjama' taqdim atau ta'khir antara 2huhur dan Ashar, atau antara Maghrib dan Isya' itu hukumnya mubah (boleh), sedangkan meninggalkan jama' hukumnya afdhal. Men-jama' taqdim antara 2huhur dan Ashar hanya sunnat dilaksanakan di Arafat. Dan men-jama' ta'khir antara Maghrib dan Isya' hanya sunnat dilaksanakan di Muzdalifah.
Menjama' shalat itu boleh dengan syarat ia musafir yang perjalanannya mencapai jarak qashar, atau ia sakit di mana akan menyusahkannya dengan tidak menjama, atau ia seorang wanita yang sedang menyusui atau sedang mengalami darah istihadhah, maka ia boleh menjama', untuk menghndari kesulitan dalam bersuci pada setiap kali akan melaksanakan shalat. Yang semisal dengan wanita udzur yang sedang mengalami istihadhah adalah orang yang terkena penyakit beser (sering kencing). Begitu pula jama' itu boleh bagi yang tidak mampu bersuci dengan air dan tayamum pada setiap kali shalat. Dan boleh juga dilakukan oleh seseorang yang tidak mampu mengetahui waktu shalat, seperti orang buta dan orang yang tinggal di bawah tanah. Demikian juga dibolehkan menjama' bagi orang yang mengkhawatirkan (keselamatan dirinya, hartanya atau kehormatannya; serta bagi orang yang mengkhawatirkan suatu bahaya yang dapat mengancam dirinya dalam hidupnya dengan meninggalkan jama' tersebut. Juga bagi para pekerja yang tidak mungkin untuk meninggalkan pekerjaannya diberi keluasan (keringanan) untuk melakukan shalat jama'.
 Semua hal tadi membolehkan jama' antara Zhuhur dan 'Ashar atau antara Maghrib dan Isya' dengan jama' taqdim dan ta'khir. Dan boleh menjama' antara Maghrib dan Isya' secara khusus karena salju, dingin, air membeku, tanah berlumpur, angin kencang yang dingin dan hujen yang dapat membasahi pakaian dan dapat menimbulkan kesusahan. Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara shalat di rumah atau di masjid, sekalipun jalannya beratap. Yang afdhal adalah hendaknya ia memilih yang lebih mudah dalam menjama' antara taqdim'' atau ta'khir. Jika antara keduanya itu seimbang, maka yang afdhal adalah men-jama' ta'khir. Dan untuk sahnya jama' taqdim dan ta'khir itu disyaratkan hendaklah ia tetap menjaga tertibnya shalat antara shalat-shalat tersebut. Dalam hal ini shalat jama' tidaklah gugur karena lupa, sebagaimana ia gugur ketika mengqadha shalat yang tertinggal, yang akan dijelaskan nanti.
 Untuk sahnya jama' taqdim itu sendiri disyaratkan empat hal:
1. Berniat jama' ketika takbiratul ihram dalam shalat yang pertama.
2. Antara kedua shalat itu tidak boleh terpisah kecuali sebatas iqamah dan benuudhu sekedarnya. Jika melaksanakan shalat sunnat rawatib di antara kedua shalat tersebut, maka jama' itu tidak sah
3. Ada udzur yang membolehkan jama' ketika memulai kedua shalat tersebut ketika mengucapkan salam dalam shalat yang pertama.
4. Udzur tersebut tetap berlangsung hingga selesai melaksanakan shalat yang kedua.
 Untuk jama' ta'khir itu sendiri disyaratkan dua hal:
1. Berniat menjama' pada waktu shalat yang pertama, kecuali apabila kedua shalat waktunya sempit untuk melakukan niat tersebut, maka pada saat itu ia tidak boleh menjama' dengan shalat yang kedua.
2. Udzur yang membolehkan jama' itu tetap berlangsung sejak menentukan niat jama' pada waktu shalat pertama hingga memasuki waktu shalat yang kedua.

READ MORE......

Jumat, 28 Januari 2011

HUKUM TAHMID DAN TASMI' BAGI MAKMUM

16th December 2010 | 766 views

Apakah Bacaan “Sami’allahu Liman Hamidah” Juga Diucapkan Oleh Seorang Makmum?

Pertanyaan:
Apakah ketika seorang makmum bangkit dari ruku’ dia harus mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah”?

Jawaban:

Ini merupakan perkara yang diperselisihkan oleh para ulama. Di antara mereka ada yang berpendapat wajib mengucapkannya, dan ada yang berpendapat sebaliknya. Adapun pendapat kami, makmum beserta imam wajib membaca “sami’allahu liman hamidah”.
Ada sebuah risalah yang ditulis oleh Al-Hafizh As-Suyuthi yang membahas masalah ini secara khusus. Dalam risalah tersebut dia menguatkan pendapat Imam Asy-Syafi’i dengan mengatakan bahwa makmum harus menggabungkan antara tahmid (ucapan “rabbana walakal hamdu“) dan tasmi’ (ucapan “sami’allhu limah hamidah“).
Kami memandang bahwa inilah yang terkuat, karena dua sebab:
Pertama, keumuman sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.
Tidak diragukan lagi bahwa para sahabat meniru cara shalat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menjadi imam. Maka, makna perkataan beliau, “Sebagaimana kalian melihatku shalat,” yaitu sebagaimana kalian melihatku shalat mengimami kalian, karena yang bisa disaksikan oleh para sahabat adalah shalatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika menjadi imam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menggabungkan dua perkara yaitu mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” ketika bangkit dari rukuk, dan mengucapkan “Rabbana wa lakal hamdu” ketika telah berdiri sempurna dalam i’tidal.
Kedua, ketika bangkit dari rukuk terdapat suatu wirid (bacaan), dan ketika telah berdiri sempurna dalam i’tidal  terdapat pula wirid yang lain. Maka, jika dikatakan bahwa makmum cukup mengucapkan tahmid (ucapan “Rabbana wa lakal hamdu“) maka pertanyaan yang muncul adalah “kapan ia mengucapkan tahmid tersebut?”
Jika ia mengucapkan tahmid tersebut ketika bangkit dari rukuk, berarti dia telah meletakkan suatu bacaan bukan pada tempatnya, dan berarti ia tidak mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya,
صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِي أُصَلِّي
Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”
Adapun jika ia mengucapkan tahmid dalam keadaan berdiri dan ia tidak mengucapkan apa-apa tatkala bangkit dari (ruku’) berarti ia telah mengikuti sunnah pada bacaan yang kedua tetapi mengabaikan bacaan yang lain yaitu bacaan ketika bangkit dari rukuk (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ), dan tidak ada yang membolehkan untuk meninggalkan sunnah ini. Selain itu, di dalam shalat tidak ada satu rukun pun yang tidak berisi zikir.
Adapun hadits yang mengatakan,
إِذَا قَالَ اْلإِمَامُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
Jika imam berkata, ‘Sami’allahu liman hamidah,’ maka katakanlah, ’Rabbana wa lakal hamdu.’
Ini bukan berarti bahwa makmum tidak boleh mengucapkan “sami’allahu liman hamidah”, karena ini seperti perkataan beliau dalam hadits yang lain,
إِذَا قَالَ غَيْرِ الْمَغْضُوْبِ عَلَيْهِمْ وَلاَ الضَّآلِّيْنَ فَقُوْلُوْا آمِيْن
Jika imam berkata, ‘Ghairil magdhuubi’ alaihim waladh dhallin,’ maka katakanlah, ’Amin.’”
Hadits ini tidak berarti bahwa imam tidak mengucapkan “amin”. Kami menyimpulkan dari hadits ini bahwa disyariatkan bagi makmum untuk mengucapkan “amin”, dan kami tidak menyimpulkan bahwa imam tidak dianjurkan membaca “amin”, karena hal ini tidak terdapat dalam hadits di atas. Bahkan, terdapat hadits lain yang menjelaskan bahwa imam itu juga membaca “amin”, yaitu dalam Shahihain dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا أَمَّنَ اْلإِمَامُ فَأَمِّنُوْا
Jika imam membaca ‘amin’ maka aminkanlah.
Demikian juga dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا قَالَ اْلإِمَامُ سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُوْلُوْا رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ
Jika imam membaca ‘sami’allahu liman hamidah,’ maka bacalah, ‘Rabbana walakal hamdu.’”
Dari sini tidak bisa disimpulkan bahwa makmum tidak perlu mengucapkan “sami’allahu liman hamidah” sebab kesimpulan seperti ini tidak terkandung dalam hadits tersebut.
Sumber: Fatwa-Fatwa Syekh Nashiruddin Al-Albani, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, 1425 H — 2004 M.
Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com

READ MORE......

Kamis, 27 Januari 2011

POSISI DUDUK MAKMUM MASBUK

Bagaimana Cara Duduk Makmum Masbuk, Iftirasy atau Tawaruk?

Tanya:
Assalamu’alaikum.
Ana mau tanya. Bagaimana sifat duduknya seorang makmum yang masbuk ketika mendapatkan imam sedang duduk raka’at ke dua/ ketiga? Mohon penjelasannya.
(Abdul Aziz)
Jawab:
Wa’alaikumsalam.
Sifat duduk apapun yang antum lakukan ketika shalat (tawarruk atau iftirasy atau yang lain) maka tidak membatalkan shalat. (Lihat Al-Majmu’, An-Nawawy 3/450), namun manakah cara duduk yang afdhal bagi masbuk?

Yang kuat dari pendapat ulama adalah yang mengatakan bahwa masbuk duduk mengikuti duduk imam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إنما جعل الإمام ليؤتم به
“Sesungguhnya imam itu diangkat untuk diikuti.” (HR.Al-Bukhari dan Muslim).

Dan ini adalah pendapat sebagian dari ulama Asy-Syafi’iyyah. (Lihat Al-’Aziz Syarhul Wajiz 1/530, Darul Kutub Al-’Ilmiyyah)

Syeikh Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullahu pernah ditanya:
نرجو توضيح كيفية جلوس المسبوق إذا وجد الإمام في الركعة الأخيرة؟ وهل يدعو فيها بدعاء التشهد الأول أو الأخير؟
Maka beliau menjawab:
المسبوق إذا جاء والإمام في التشهد الأخير يجلس كجلوس الإمام وكجلوس المصلين الذين لم يسبقوا، فيجلس متوركاً كما جاءت في ذلك السنة عن رسول الله صلى الله عليه وسلم، فالإمام يتورك ومن وراءه يتورك والمسبوق يتورك، ولا يعتبر نفسه أنه في التشهد الأول، بل يأتي بالتشهد ويأتي بالصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم ويدعو ويكثر الدعاء حتى يسلم الإمام، فهو يتابع الإمام في هيئة الجلوس وفي كونه يتشهد ويصلي على النبي صلى الله عليه وسلم، ويتخير من الدعاء ما شاء، كما جاء ذلك عن رسول الله صلى الله عليه وسلم. وليس معنى ذلك أنه يجلس في التشهد يسكت، بل يفعل كما يفعل الإمام.
“Jika datang masbuq dan mendapati iman sedang tasyahhud akhir maka dia duduk seperti duduknya imam, dan duduk seperti duduknya makmum yang lain yang mendahuluinya, maka dia duduk dengan tawarruk sebagaimana telah datang sunnah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka imam duduk tawarruk, dan orang yang di belakangnya juga tawarruk, demikian pula yang masbuq, dan jangan dia menganggap bahwa dirinya sedang tasyahhud awal, akan tetapi hendaknya dia membaca tasyahhud, kemudian membaca shalawat atas nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdoa dan memperbanyak doa sampai imam mengucapkan salam. Jadi masbuq mengikuti imam dalam cara duduk, tasyahhud, bershalawat, memilih doa sesuai dengan yang dia kehendaki sebagaimana datang dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan bukan berarti dia duduk tasyahhud kemudian diam, akan tetapi melakukan apa yang dilakukan imam.” (Pertanyaan Diajukan Kepada Beliau ketika Mensyarh Sunan Abi Dawud, Kitab Ash-Shalat, setelah Bab As-Sahwi fi Assajdatain)

Syeikh Shalih bin Fauzan hafidzahullahu juga pernah ditanya tentang masbuq yang mendapati imam sedang tasyahhud akhir dan duduk tawarruk, apakah masbuq tersebut duduk tawarruk seperti imam atau iftirasy? Maka beliau menjawab hendaklah dia mengikuti imam dengan duduk tawarruk, namun seandainya masbuq tersebut duduk iftirasy maka tidak mengapa).
Antum bisa mendengar fatwa beliau ini di website beliau:

http://www.alfawzan.ws/AlFawzan/FatwaaTree/tabid/84/Default.aspx?View=Page&NodeID=10772&PageID=3688).

Wallahu ta’aala a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com

READ MORE......

MEJAMA SHOLAT ASHAR DENGAN SHOLAT JUMAT

Banyak yang mempertanyakan tentang hukum menjama (menggabungkan) antara shalat Ashar dengan shalat Jum’at (sebagaimana) dalam kondisi diperbolehkan menjama shalat Ashar dengan Dzuhur. Maka, dengan meminta pertolongan kepada Allah, serta berharap hidayah dan taufiqNya, saya menjawab.
Tidak boleh menjama (menggabungkan) shalat Ashar dengan shalat Jum’at ketika diperbolehkan menjama antara shalat Ashar dan Dzuhur (karena ada alasan syar’i, seperti perjalanan,-red) . Seandainya seseorang yang sedang melakukan perjalanan jauh melintasi suatu daerah, lalu dia melakukan shalat Jum’at bersama kaum muslimin disana, maka (dia) tidak boleh menjama Ashar dengan shalat Jum’at.

Seandainya ada seorang yang menderita penyakit sehingga diperbolehkan untuk menjama shalat, (lalu ia) menghadiri shalat dan mengerjakan shalat Jum’at, maka dia tidak boleh menjama shalat Ashar dengan shalat Jum’at. Dalilnya ialah firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
“Artinya : Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman” [An-Nisaa : 103]
Maksudnya, (ialah) sudah ditentukan waktunya. Sebagian dari waktu-waktu ini sudah dijelaskan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala secara global dalam firmanNya.
“Artinya : Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) Shubuh. Sesungguhnya shalat Shubuh itu disaksikan (oleh Malaikat)” [Al-Israa : 78]
Maksud kata ‘duluukusy syamsi’ (pada ayat di atas) ialah, tergelincirnya matahari ke arah barat. ‘ghasaqil lail’, maksudnya ialah gelapnya malam, yakni pertengahan malam.
Waktu-waktu itu mencakup empat shalat, yaitu : shalat Dzuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Shalat-shalat ini terkumpul dalam satu rangkaian waktu, karena tidak ada pemisah di antara satu waktu ke waktu yang berikutnya. Ketika waktu salah satu shalat sudah habis, maka masuk waktu shalat berikutnya. Dan waktu shalat Shubuh terpisah, karena waktu shalat Isya tidak tersambung dengan waktu shalat Shubuh, serta waktu Shubuh tidak bersambung dengan waktu Dzuhur.
Tentang waktu-waktu shalat sudah dijelaskan secara terperinci oleh Sunnah di dalam hadits dari Abdullah bin Amr bin Al-Ash, dan dari Jabir serta yang lainnya, yaitu :
[1]. Waktu shalat Dzuhur mulai dari tergelincirnya matahari sampai ketika bayangan sebuah benda sama panjang dengan aslinya.
[2]. Waktu shalat Ashar mulai dari ketika bayangan sebuah benda sama panjang dengan aslinya sampai tenggelam matahari. Akan tetapi, waktu ketika matahari telah menguning adalah waktu darurat [1]
[3]. Waktu shalat Maghrib mulai dari tenggelam matahari sampai hilangnya warna kemerahan dari ufuk sebelah barat.
[4]. Waktu shalat Isya mulai dari hilangnya warna kemerahan dari ufuk sebelah barat sampai pertengahan malam
[5]. Waktu shalat Shubuh mulai dari terbit fajar sampai terbit matahari
Inilah aturan-aturan Allah dalam Al-Qur’an dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang waktu-waktu shalat. Barangsiapa yang melakukan shalat sebelum waktu yang telah ditentukan dalam Al-Qur’an dan Sunnah RasulNya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka dia mendapatkan dosa dan shalatnya tertolak. Begitu juga orang yang mengerjakannya setelah waktunya lewat tanpa udzur syar’i.
Demikian inilah yang dituntut oleh Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Berdasarkan uraian ini, maka orang yang menjama’ shalat Ashar dengan shalat Jum’at, berarti dia mengerjakan shalat Ashar sebelum waktunya, yaitu ketika bayangan sebuah benda sama panjang dengan aslinya, sehingga shalatnya batal dan tertolak serta wajib diganti.
Jika ada yang mengatakan, apakah tidak boleh mengqiyaskan jama shalat Ashar ke Jum’at dengan menjama shalat Ashar ke Dzuhur?
Jawabnya adalah tidak boleh, karena beberapa sebab :
[1]. Tidak ada qiyas dalam masalah ibadah.
[2]. Shalat Jum’at merupakan shalat tersendiri, memiliki lebih dari 20 hukum (ketentuan-ketentuan) tersendiri yang berbeda dengan shalat Dzuhur. Perbedaan seperti ini menyebabkannya tidak bisa disamakan (diqiyaskan) ke shalat yang lainnya.
[3]. Qiyas seperti (dalam pertanyaan diatas, -pent) ini bertentangan dengan dhahir sunnah. Dalam shahih Muslim, dari Abdullah bin Abbas Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjama Maghrib dengan Isya di Madinah dalam kondisi aman dan tidak hujan.
Pada masa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah juga turun hujan yang menimbulkan kesulitan, akan tetapi beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menjama shalat Ashar dengan Jum’at, sebagaimana diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari dan lainnya dari sahabat Anas bin Malik, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah meminta hujan pada hari Jum’at saat beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas mimbar. Sebelum beliau turun dari mimbar, hujan turun dan mengalir dari jenggotnya. Ini tidak akan terjadi, kecuali disebabkan oleh hujan yang bisa dijadikan alasan untuk menjama shalat, seandainya boleh menjama Ashar dengan shalat Jum’at. Sahabat Anas bin Malik mengatakan, pada hari Jum’at berikutnya, seseorang datang dan berkata : “Wahai, Rasulullah. Harta benda sudah tenggelam dan bangunan hancur, maka berdo’alah kepada Allah agar memberhentikan hujan dari kami”.
Kondisi seperti ini, (tentunya) memperbolehkan untuk menjama, jika seandainya boleh menjama ‘ shalat Ashar dengan shalat Jum’at.
Jika ada yang mengatakan “Mana dalil yang melarang menjama shalat Ashar dengan shalat Dzuhur?”
Pertanyaan seperti ini tidak tepat, karena hukum asal beribadah adalah terlarang, kecuali ada dalil (yang merubah hukum asal ini menjadi wajib atau sunat, -pent). Maka orang yang melarang pelaksanaan ibadah kepada Allah dengan suatu amalan fisik atau hati, tidak dituntut untuk mendatangkan dalil. Akan tetapi, yang dituntut untuk mendatangkan dalil ialah orang yang melakukan ibadah tersebut, berdasarkan firman Allah yang mengingkari orang-orang yang beribadah kepadanya tanpa dasar syar’i.
“Artinya : Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah” [Asy-Syuura : 21]
Dan firmanNya.
“Artinya : Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu” [Al-Maidah : 3]
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Artinya : Barangsiapa yang melakukan satu perbuatan yang tidak berdasarkan din ini, maka amalan itu tertolak.
Berdasarkan ini, jika ada yang menanyakan, “Mana dalil larangan menjama shalat Ashar dengan shalat Jum’at?” (Maka) kita mengembalikan pertanyaan “Mana dalil yang memperbolehkannya ? Karena hukum asal shalat Ashar dikerjakan pada waktunya. Ketika ada faktor yang memperbolehkan untuk menjama shalat Ashar, hukum asal ini bisa diselisihi, (maka yang) selain itu tetap pada hukum asalnya, yaitu tidak boleh diajukan dari waktunya.
Jika ada yang mengatakan, “Bagaimana pendapatmu jika dia berniat shalat Dzuhur ketika shalat Jum’at agar bisa menjama?”
Jawab, jika seorang imam shalat Jum’at di suatu daerah, berniat shalat Dzuhur dengan shalat Jum’atnya, maka tidak syak lagi (demikian) ini merupakan perbuatan haram, dan shalatnya batal. Karena bagi mereka, shalat Jum’at itu wajib. Jika ia mengalihkan shalat Jum’at ke shalat Dzuhur, berarti mereka berpaling dari perintah-perintah Allah kepada sesuatu yang tidak diperintahkan, sehingga berdasarkan hadits di atas, (maka) amalnya batal dan tertolak.
Sedangkan jika yang berniat melaksanakan shalat Jum’at dengan niat Dzuhur adalah –seorang musafir (misalnya) yang bermakmum kepada orang yang wajib melaksanakannya, maka perbuatan musafir ini juga tidak sah. Karena, ketika dia menghadiri shalat Jum’at, berarti dia wajib melakukannya. Orang yang terkena kewajiban shalat Jum’at namun dia melaksanakan shalat Dzuhur sebelum imam salam dari shalat Jum’at, maka shalat Dzuhurnya tidak sah.
Demikianlah penyusun kitab Al-Muntaha dan kitab Al-Iqna menuliskan, bahwa tidak boleh menggabungkan Ashar dengan shalat Jum’at. Kedua penyusun kitab ini menyebutkannya di awal bab tentang shalat Jum’at.
Saya jelaskan secara panjang lebar, karena hal ini dibutuhkan. Semoga Allah membimbing kita kepada kebenaran, memberikan manfaat, sesungguhnya Allah Maha Dermawan.
[Ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Salih Al-Utsaimin 12/06/1419H]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun IX/1426H/12005. Diambil dari Fatawa Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin]
_________
[1]. Orang yang mengerjakan shalat Ashar pada waktu ini tanpa ada udzur yang dibenarkan secara syar’i, maka shalatnya sah tapi dia berdosa. Lihat Al-Wajiz hal. 68,-pent.

READ MORE......

SEJADAH PENGURANG NYERI OTOT DAN SENDI

Submitted by admin on January 24, 2011 – 10:00 amNo Comment
Seorang pemilik toko sajadah di kota Karlsruhe, Jerman barat daya menciptakan sajadah penguat tulang, dan menamakannya “Al-mihrab”. Saat pertama dilihat sajadah nampak biasa, tetapi panjangnya yang mencapai satu seperempat meter, yakni lebih panjang sekitar 15 cm dari sajadah biasa demikian juga teksturnya mengingatkan kita kepada “tikar yoga”. Dan sajadah itu diisi dengan campuran bahan busa dengan ketebalan 1,5 cm.
Inearer sang penemu menurut kantor berita Jerman mengatakan bahwa bahannya mirip dengan yang digunakan di rumah sakit secara umum, dan sajadahnya akan mengurangi “rasa nyeri pada lutut, punggung dan kaki” selama sholat.
Inearer terpaksa meminta persetujuan dari kalangan ulama muslimin dan telah membuat 50 prototipe yang bervariasi panjang dan ketebalannya sebelum akhirnya sampai pada versi terbaru. Inearer telah mendapat hak paten untuk sajadahnya ditambah penghargaan dari para ulama.
Perlu dicatat bahwa ide ini muncul ketika ia melihat keluhan dari teman-teman yang lansia dan kerabatnya yang merasakan nyeri pada persendian selama dalam sholat, tentu saja hal ini dapat mengalihkan perhatian dari tujuan sholat yang sebenarnya.
Inearer mengatakan “tidak seharusnya kenyamanan dan ketenangan orang yang sholat terganggu dengan apapun” tetapi jika Anda merasakan rasa sakit maka hal ini akan mencuri perhatian anda dan kemudian tidak akan dapat sholat (sebagaimana mestinya)”.
Inearer telah menjual sekitar 2000 sajadah sejak diumumkan melalui Internet pada Oktober lalu, dan 60 persennya dari jumla tersebut dibeli oleh umat muslim di Jerman, sementara sisanya terjual di Turki, di mana sajadah tersebut diproduksi, yang penciptanya bertujuan memasarkannya di seluruh dunia.
http://voa-islam.com/news/islamic-world/2011/01/22/12904/penemuan-baru-sajadah-pengurang-nyeri-otot-dan-sendi/

READ MORE......

PENGAPURAN TULANG

Osteoarthritis (pengapuran) Atau Osteoporosis (tulang keropos) ?


Kedua istilah tersebut dan gejala penyakitnya seringkali dicampuradukkan. Keduanya memang sama-sama mengacu pada penyakit tulang, sama-sama sering dijumpai pada kaum wanita usia > 50 tahun (atau post menopause) serta sama-sama merupakan penyakit menahun yang sulit untuk disembuhkan seperti sediakala. Lalu kalau pinggang atau lutut Anda sering sakit apakah itu gejala pengapuran atau tulang keropos, atau bisa jadi dua-duanya ?



Osteoarthritis (OA) atau pengapuran adalah penyakit tulang yang menggambarkan kerusakan pada tulang rawan di persendian. Jadi karena proses kerusakannya terjadi pada tulang rawan persendian,maka kelainan dan nyeri yang sering dijumpai terjadi pada sendi-sendi tubuh. Sesuai namanya, terjadi penumpukan zat kapur atau kalsium pada lokasi tulang rawan yang merupakan engsel dari sendi kita. Jadi istilahnya persendian kita aus ditandai dengan tulang rawannya yang rusak dan kemudian kerusakan itu secara alamiah ditutupi mekanisme tubuh dengan menimbun kalsium di tempat itu. Sialnya kalsium yang tertimbun itu merupakan zat yang keras, tidak seluwes si tulang rawan sendi, dan juga bentuknya terkadang tajam-tajam tak beraturan sehingga yang terjadi kemudian adalah nyeri saat sendi digerakkan. Selain itu celah antar sendi menyempit sehingga membatasi gerakan sendi dan menimbulkan kekakuan.



Lain lagi ceritanya tentang osteoporosis atau dikenal sebagai tulang keropos atau kopong. Pada osteoporosis massa yang membentuk tulang sudah berkurang, sehingga tulang dapat dikatakan kopong. Struktur pengisi tulang antara lain berupa senyawa-senyawa kolagen disamping juga kalsium, berfungsi bagaikan semen cor-an nya tulang. Ketika massa ini menjadi berkurang maka tulang menjadi kurang padat sehingga tak kuat menahan benturan ringan sekalipun yang mengenainya, resikonya patah tulang gampang terjadi. Sebagai perbandingan, apabila saya terpeleset di kamar mandi dan pinggul saya menghantam lantai, mungkin yang terjadi kemudian adalah daerah sekitar situ bengkak dan sakit, namun tulangnya tak apa-apa karena massa tulang saya masih oke. Tapi jika yang mengalami hal itu adalah penderita osteoporosis, maka tak anyal lagi terjadi patah tulang setempat, dan hal itu dinamakan fraktur patologis.



Di luar dari mudahnya tulang yang keropos itu mengalami fraktur, tulang yang keropos hampir tak bergejala sama sekali, silent disease. Jadi jika dengkul maupun punggung Anda seringkali kaku dan nyeri, yang lebih rasional untuk dicurigai adalah si OA (pengapuran) bukannya si osteoporosis. Keduanya memang dekat dengan wanita usia post menopause dikarenakan proses metabolisme di tulang memang membutuhkan pengaruh dari hormone estrogen yang lazimnya menurun saat wanita post menopause. Selain itu OA (pengapuran) sendi dipicu pula dengan berbagai trauma menahun pada sendi tersebut seperti misalnya over use saat olahraga (misalnya banyak menimpa para pesenam) maupun jenis trauma minor sekalipun seperti sering nyeletek-nyeletekin jari. Trauma menahun pada sendi akan membuat rawannya mudah aus akibatnya akan terjadi penumpukan kalsium disana (osteofit).



Osteoporosis selain bergantung pada fungsi hormone estrogen juga ditengarai berkaitan dengan stok kalsium yang kurang pada tubuh, misalnya jarang minum susu. Namun yang penting untuk diketahui, puncak massa tulang kita sudah menurun saat kita mulai masuk usia kepala tiga, artinya kita harus sudah memulai menimbun kalsium sejak kita usia pertengahan untuk menjamin saat tua nanti tulang kita masih cukup padat.
Jadi apabila sudah mengalami osteoporosis dan baru memulai minum suplemen tinggi kalsium maupun susu tinggi kalsium, hal tersebut tidak akan banyak faedahnya. Selain pada susu, kalsium yang tinggi juga dapat dijumpai pada ikan-ikan kecil seperti ikan teri. Kalsium dari alamiah memang lebih dianjurkan, sementara suplemen kalsium dosis tinggi dapat menimbulkan beberapa masalah seperti terbentuknya batu saluran kemih serta adanya isu peningkatan risiko stroke dan serangan jantung yang menyertai para wanita usia lanjut yang mengkonsumsi suplemen kalsium secara rutin (sesuai laporan research di Auckland, New Zealand baru-baru ini).



Bagaimana mendeteksi OA maupun osteoporosis?



Mendeteksi OA relatif lebih gampang karena penyakit ini akan menimbulkan kekakuan dan nyeri pada sendi-sendi tertentu, terutama sendi-sendi jari, lutut dan tulang punggung. Yang tersering dewasa ini adalah sendi lutut, karena sesuai dengan proses terbentuknya OA pada sendi yaitu sendi lutut lah yang paling sering mendapatkan trauma menahun, terutama pada mereka yang gemuk. Dengan foto roentgen konvensional kita sudah dapat mendiagnosa adanya OA serta derajadnya. Pada foto akan didapatkan adanya penyempitan celah sendi dengan tepinya yang tak rata dan adanya osteofit (bangunan runcing-runcing). Apabila OA sudah tergolong derajat 3 atau 4 (dua derajad akhir), umumnya sendi tak dapat diselamatkan lagi dengan berbagai obat-obatan. Ortoped (dokter tulang) umumnya akan menganjurkan lutut demikian di reparasi seluruhnya dan digantikan dengan bahan metal buatan, suatu operasi yang dikenal sebagai Total Knee Replacement.



Osteoporosis umumnya tak bergejala dan penilaiannya tak cukup dari hasil roentgen konvensional. Perlu suatu alat khusus yang dinamakan bone densitometri untuk dapat menilai kepadatan massa tulang. Dengan demikian tulang Anda dapat dideteksi sebagai tulang dengan massa yang masih baik, osteopenia (mulai menurun kepadatan massanya) atau malah sudah osteoporosis (keropos). Berbeda dengan OA (pengapuran) yang ujung-ujungnya berupa tindakan bedah, pada osteoporosis(keropos tulang) kita masih mengandalkan berbagai obat-obatan, kecuali jika sudah terjadi fraktur patologis. Obat yang menjadi andalan baru untuk mengatasi osteoporosis adalah bisfosfonat. Sebaiknya bagi Anda yang terutama wanita dan berusia 50 tahun ke atas berhati-hatilah.


Saran jika terkana OA (pengapuran):
-untuk mengurangi nyeri, gunakan obat anti nyeri seperlunya -fisioterapi di instansi rehabilitasi medik dapat dipertimbangkan, disana Anda dapat sekaligus berkonsultasi dengan spesialisnya. Lebih tepat Anda dapat ke pusat rehabilitasi medis yang memiliki DBC Unit-nya (program khusus yang dirancang untuk nyeri pinggang, punggung, leher dan bahu menahun). Salah satunya dapat dijumpai di Rumah Sakit Siloam-Kbn Jeruk, JakartaBrt. -untuk jangka panjng, konsumsi suplemen yang mengandung kondroitin-glukosamin (jika Anda tak memiliki riwayat kencing manis).
-untuk konsultasi, cobalah ke dokter bedah tulang (orthopaed)
-untuk makanan, banyaklah makan makanan yang segar terutama sayuran dan buah -dan tentu saja tetaplah rajin berolahraga, namun dengan perhatian tertentu yaitu olahraga yang tepat adalah jalan cepat, tai chi, sepeda, senam santai.
-Hindari yang menggunakan kekuatan tangan dan bahu berlebih, misalnya tenis, badminton, basket, juga berenang
Memang masalah nyeri yang terkait OA seringkali mengganggu penderita bertahun-tahun tanpa hasil yang signifikan walaupun sudah berobat wara wiri, namun saya berharap Anda masih tetap semangat untuk mencari berbagai upaya rasional dan bersabar tentunya.

Pengapuran sendi (osteoartritis) kian banyak dialami masyarakat, terutama pada orang yang telah berusia lanjut. Karena itu, menurut spesialis penyakit Dr Yoga Kasjmir SpPD-KR dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), berbagai faktor risiko perlu sejak dini dikenali agar bisa melakukan tindak pencegahan penyakit itu

Osteoartritis dimulai dari kerusakan tulang rawan sendi yang antara lain diikuti pertumbuhan osteofit, penebalan tulang subkondral, dan kerusakan ligamen. Pengapuran ini umumnya menyerang sendi penopang tubuh, seperti sendi lutut, panggul, dan sendi jari tangan. Jika tidak segera diobati, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan seluruh organ sendi hingga cacat.
Penderita osteoartritis mengalami gejala klinis antara lain, nyeri sendi, kaku sendi, bengkak sendi, dan tulang berderik. Nyeri sendi merupakan keluhan awal pasien dan akan muncul setelah sendi yang terserang digunakan. Gangguan ini bertambah berat jika sendi digunakan berlebihan dan akan berkurang bila diistirahatkan. ”Jika bertambah parah, nyeri sendi juga muncul saat beristirahat,” katanya.



”Pengapuran sendi paling banyak didapatkan pada tulang belakang, lutut, tangan, dan kaki, serta otot sekitar sendi. Karena rawan sendi aneural, maka nyeri sendi pada osteoartritis berasal dari struktur di luar rawan sendi,” ujar Yoga. Makin bertambah usia, prevalensi penderita pengapuran sendi ini makin meningkat. Sejauh ini penyakit tersebut tidak pernah ditemukan pada anak dan jarang terjadi pada orang dewasa muda.



Faktor risiko yang menimbulkan pengapuran sendi antara lain, kegemukan (obesitas), mobilitas tinggi, densitas massa tulang, hormonal dan penyakit rematik kronik lainnya. Pada sejumlah penelitian terhadap lansia ditemukan, perempuan lebih sering terserang osteoartritis pada lutut, tangan dan kaki jika dibandingkan dengan pria. Sementara pria cenderung mengalami pengapuran sendi pada panggul.
”Selain faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi seperti hormonal dan usia, trauma dan pemakaian sendi berlebihan juga meningkatkan risiko terserang pengapuran tulang pada sendi,” kata Yoga.



Peranan beban mekanik berlebih pada sendi lutut dan panggul akan menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi, kegagalan ligamen dan struktur lain untuk menopang badan.
Maka dari itu, pencegahan osteoartritis sebaiknya dimulai sejak dini dengan mengenali faktor risiko penyakit itu dan berlatih fisik secara teratur, seperti bersepeda, berenang, dan senam rematik untuk menguatkan otot quadriceps, dan menghindari penggunaan sendi berlebihan.”Jika terkena osteoartritis, penderita sebaiknya segera berobat disertai terapi fisik secara berkala,” ujar Yoga.

PENGAPURAN TULANG


Bukan Akibat Kelebihan Kalsium
Pengapuran tulang (osteoartritis) selama ini disalahpersepsikan sebagai penyakit yang disebabkan oleh kelebihan asupan kalsium. Padahal, osteoartritis yang masuk golongan penyakit rematik ini tersebut tidak ada hubungannya dengan konsumsi kalsium yang berlebihan. Osteoartristis timbul akibat gerakan pada sendi yang berlebihan, serta tekanan dari berat badan tubuh seseorang.



"Karena itu, pengapuran tulang banyak terjadi pada orang-orang yang gemuk, terlalu banyak olahraga serta orang-orang yang kesehariannya terlalu lama jongkok, berdiri dan duduk," kata Prof Dr dr Harry Isbagio SpPD-KR dalam percakapan dengan wartawan disela-sela pengukuhannya sebagai Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di Jakarta, Sabtu (10/12).
Ia menjelaskan, penyakit osteoartristis tidak bisa dihindari karena bagian dari proses penuaan tubuh. Namun, pada orang-orang yang kegemukan, osteoartritis lebih cepat terkena dibandingkan mereka yang kurus maupun bertubuh ideal. Orang kurus pun bisa terkena osteoartritis bila memiliki kebiasaan tidak sehat seperti olahraga berlebihan, terlalu lama berdiri, jongkok atau duduk.



"Sebenarnya orang gemuk dan orang kurus memiliki risiko penyakitnya sendiri. Pada orang gemuk cenderung terkena osteoartritis, sedangkan orang kurus terkena osteoporosis atau patah tulang. Karena itu, usahakan agar berat badan ideal agar terhindar dari penyakit osteoporosis atau osteoartritis," ujarnya.



Akibat penggunaan sendi yang berlebihan sewaktu muda, lanjut Presiden RAA (Rheumatism Association of Asean), kelenturannya menjadi berkurang. Sehingga sendi menjadi "berkarat" saat ia memasuki usia lanjut. "Akibatnya sendi menjadi terasa sangat nyeri saat digerakan, karena "pelumas" yang ada sudah berkurang akibat pemakaian yang berlebihan," ujarnya.
Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang paling sering didapatkan dan penyebab terpenting dari nyeri dan ketidakmampuan pada lansia (lanjut usia). Osteoartritis itu paling banyak terjadi pada tulang belakang, lutut, tangan dan kaki.



"Gejala klinik dari osteoartritis meliputi nyeri sendi, kaku sendi, bengkak sendi, kelemahan dan disabilitas. Osteoartritis dimulai dengan kerusakan pada tulang rawan sendi yang berakhir dengan kerusakan ke seluruh sendi. Lebih dari 80 persen penderita osteoartritis mengalami keterbatasan gerak," katanya.



Dipaparkan, prevalensi penyakit osteoartritis mencapai 10 persen dari jumlah pendduk yang berusia 60 tahun. Di Amerika, osteoartritis menyerang 12,1 persen penduduk usia 25-75 tahun dengan kecacatan pada lutut, panggul dan tangan. Sedangkan di Inggris, 25 persen populasi penduduk usia 55 tahun ke atas menderita osteoartritis di lutut.



"Dampak ekonomi, psikologi dan sosial dari osteoartritis sangat besar, tidak hanya untuk penderita tetapi juga keluarga dan lingkungannya. Diperkirakan biaya nasional untuk semua artritis sebesar 1 persen dari GNP. Di Australia, biaya medik yang dikeluarkan mencapai 2.700/orang/tahun," katanya.



Di Indonesia, menurut dr Harry Isbagio, osteoartritis merupakan penyakit rematik yang paling banyak ditemui. Di Kabupaten Malang dan Kotamadya Malang ditemukan prevalensi sebesar 10 persen dan 13,5 persen. Sedangkan di Poliklinik Subbagian Reumatologi FKUI/RSCM ditemukan pada 43,82 persen dari seluruh penderita baru penyakit rematik yang berobat selama kurun waktu 1991-1994.
Menurut pria kelahiran Magelang 24 Desember 1948 itu hingga kini belum ada obat yang secara pasti menghilangkan penyakit osteoartritis. Pengobatan yang dilakukan selama ini hanya untuk menghilangkan rasa nyerinya saja.
Ketika ditanyakan soal pengobatan alternatif yang kabarnya bisa menghancurkan "kapur" tersebut, dokter ahli rematik itu segera membantah bahwa pengapuran tidak bisa diobati atau dicairkan sebagaimana dikatakan para penyembuh alternatif.
"Kata pengapuran di sini jangan diartikan secara harafiah telah terjadi pengendapan. Pengapuran ini istilah saja karena sebenarnya di sendi itu justru mengalami penipisan tulang sehingga sendi kehilangan daya lenturnya. Karena itu saat bergerak, sendi terasa. Suntikan itu mungkin untuk menghilangkan rasa nyeri, tidak untuk mencairkan terjadinya pengapuran itu," ucapnya.
Ditanyakan teknologi terbaru untuk mengobati osteoartritis, dr Harry Isbagio mengatakan, teknologi terkini pada obat-obatan yang bisa mengatasi rasa nyeri dengan cepat tanpa efek samping. Selain itu, pasien diminta untuk diet agar berat badannya tidak menekan rasa nyeri, serta diminta untuk tidak melakukan aktivitas fisik yang berlebihan. (Tri Wahyuni)

Langsung aja setahu saya pengapuran tulang disebabkan oleh kekurangan kalsiumyang sangat berlebih. Kebutuhan manusia akan kalsium rata-rata 1000mg/ harisedangkan orang indonesia telah di survey mereka yang makan 4 sehat 5 sempurnahanya bisa mensuplay 256mg/ hari. Padahal jumlah kalsium di darah tidak bolehkurang, shg darah ambil kalsium dari tulang, berlangsung hingga sekian tahun.Jika tulang akhirnya jg kekurangan tulang akan ambil kembali dr darah namunsayangnya konsentrasi kalsium di darah cair sehingga tidak cocok di tulangakhirnya muncullah namanya pengapuran.

Saran saya perbanyak minum kalsium, tapi hati2 memilih kalsium di pasaran karenakalsium dari bahan kimia(anorganik), tubuh hanya bisa menyerap 30%. 70% sisanyabisa menyebabkan batu ginjal atau endapan di pembuluh darah. Coba kalsium dari T(Produk olahan dari tulang sapi buatan Tiongkok) yang oleh kawan-kawan dr ITBtelah dibuktikan penyerapan oleh tubuh bisa sampai 96,5%. Badan dunia,WHO, jugamengakui hingga saat ini kalsium T adalah kalsium yg boleh dikatan cukup baikyang pernah ada, disamping produk lainnya yg diambil atau diolah dari produklautMasalah berapa lama saya kira itu tergantung seberapa parah pengapuran yang dialami ayah Anda tapi saya sarankan pemakaian 1 sampai 2 bulan. Karena saya pikirpengapuran yang disebabkan oleh kekurangan kalsium selama beberapa tahun tidakmudah sembuh hanya dgn beberapa hari.

Pencegahannya sudah barang tentu jangan biarkan tubuh Anda kekurangan kalsium.
Pengapuran pada tulang belakang atau yang disebut spondilosis adalah kelainan yang disebabkan oleh penurunan fungsi tubuh akibat pertambahan usia ( proses degenerasi ). Hal ini akan menyebabkan fungsi tubuh akibat pertambahan ( proses degenerasi ). Hal ini akan menyebabkan fungsi dan struktur tulang belakang menjadi tidak normal. Sebenarnya istilah pengapuran tidak seratus persen benar. Karena yang terjadi adalah proses perusakan pada sendi dan tulang rawan, tumbunya osteofit ( seperti tonjolan-tonjolan kecil pada tulang ), dan bukan berarti terjadinya penumpukan kapur pada tulang.

Walaupun penyebab utamanya adalah usia, tetapi lokasi dan tingkat keparahan berbeda pada masing-masing individu. Proses degenerasi ini dapat terjadi di tulang belakang bagian leher, dada belakang atau pinggang. Beberapa faktor risiko lainnya, antara lain : riwayat trauma berulang ( seperti membawa beban berat, angkat besi, pesenam ); adanya faktor keturunan ; merokok dan kelainan bawaan pada tulang belakang.

Tindakan pencegahan :
Olahraga yang teratur dengan jumlah dan intensitasnya harus cukup, jangan berlebihan. Bagi yang mempunyai riwayat keturunan, dianjurkan berenang, hindari loncat-loncat, tidak mengangkat beban berat, hindari membungkuk saat mengambil benda di lantai.
Berdiet dengan cara menghindari makanan-makanan banyak lemak, asam urat. Usahakan tetap menjaga berat badan ideal.
Hidup dalam lingkungan yang sehat dengan udara yang bersih dan menghindari polusi yang berlebihan.
Hidup teratur, berteman atau mengatasi stress dengan baik

Bagi yang menderita pengapuran pada tulang belakang :
Hindari membungkuk atau memutar tulang belakang
Biasakan duduk dalam posisi tegak dan tidak membungkuk
Pakailah sepatu yang nyaman
Kurangi makanan yang berkalori tinggi dan berlemak
Mengkonsumsi sayur dan buah karena banyak mengandung vitamin, mineral dan antioksidan.

Olahraga yang dianjurkan adalah yang latihan nguatkan otot-otot penyangga tubuh, tanpa menggerakkan tulang dan sendi. Gerakan ini dapat dilakukakn di dalam air, seperti mengencangkan otot kaki dan perut dalam air. Gerakan yang dilakukan didalam air akan membantu melindungi sendi-sendi dan juga mempermudah gerakan-gerakan yang banyak
Bagaimana penanganannya ?
Ketika asal mula penyebabnya tdk dikenal, pengapuran tulang tdk dpt disembuhkan. Ini bukan berarti pengobatan yg baik tdk berguna. Pengobatan pengapuran harus disesuaikan dgn gejala-gejala dan kebutuhan si pasien.



Dasar perawatan/ pengobatan/penanganan terhadap pengapuran :
Pertahankan fungsi persendian tubuh
Terapi fisik
Obat-obatan
Alat-alat bantu
Diadakan operasi bedah
Pengobatan alternatif



Mempertahankan fungsi persendian



Disarankan bagi para penderita pengapuran tulang agar tdk membawa beban yang berat, membawa beban yg tdk perlu. Pengapuran tulang tdk terbatas pada persendian saja, ia dapat mempengaruhi juga otot-otot dan daging yang mendukung mobilitas persendian. Semua itu dpt melemah. Beban dapat membuat kaku dan rasa sakit. Aktifitas yg menimbukan rasa sakit akan melemahkan fungsi otot dan meningkatkan rasa sakit. Berlatih menempatkan persendian pd tempatnya semula akan membantu, misalnya dgn aktifitas fisik ringan atau olah raga spt renang, sepeda,dll.



Terapi fisik



Sesuatu yg hangat, spt air hangat, udara panas, handuk hanngat membantu melemaskan otot yg tegang dan mringankan rasa sakit. Jika ada pembekakan merah besar di persendian handuk dingin dan air dingin dpt menghilangkan bengkak merah dan meringankan sakit.
Pijat khusus oleh ahlinya di persendian dapat membantu melemaskan otot yg kaku, memperbaiki fungsi persendian dan meringankan rasa sakit.


Obat-obatan
Tidak ada obat yg dpt menghilangkan pengapuran. Obat-obatan hanyalah berfungsi menghilangkan rasa sakit dan kaku, dan menghilangkan bengkak merah.. Antalgic dan paracetamol (sbg cnth Tylenol�, Acetalgine�, Dafalgan�, sbg.) dapat meringankan rasa sakit scr temporal dan persendian pun dpt berfungsi lbh efisien.



Alat bantu
Utk bbrp pasien alat bantu dpt digunakan berdasarkan kbutuhan mrk, spt : teken/ tongkat. Ini dpt meringankan kerja persnedian shigga rasa sakit pun tdk ada dan membantu berjalan.
Bagaimana hidup dgn penyakit pengapuran tulang ?
Penyakit pengapuran tulang dpt membawa perubahan dlm kehidpan Anda. Sbg cnth Anda tdk dpt lg melakukan aktivitas spt dahulu kala, Anda akan mengalami rasa sakit scr periodik, Anda tdk dpt lagi duduk terlalu lama, tdr Anda akan terganggu oleh rasa sakit. Anda hrs dpt mengatur selang seling saat beraktifitas dan beristirahat dalam sehari. Anda mungkin kdng membutuhkan bantuan.



Tdk ada resep utk dipelajari hidup dgn pnykit pengapuran tulang. Setiap orng punya caranya sendiri menghdapi pnyakit itu dlm hdp. Segl emosi baru menyergapi anda, sbg cnth rasa marah, rasa tdk sanggup menghdapi kenyataan, perngtanyaan : mengapa saya ? Temukan keseimbangan diri, karena bnyk orng yg menderita penyakit rematik dan menjadi akut spt anda, terjdlah pengapuran. Mereka dpt hidup spt biasa, dpt melakukan aktifitas hanya perlu selang seling antr aktifitas dan istirahat dan hati-hati dgn persendian. Sebagian besar orng lansia mengalami ini, hanya tingkatannya saja yg beda. Jika anda sewaktu muda tdk bnyk minum susu, bnyk anak yg notabene setiap anak akan mengambil kalsium dr tubuh anda jika anda tdk cukup suplai minum susu sewaktu hamil, usia lebih dr 50 tahun, sering membawa beban berat, sdh menopouse sdh sewajarnya kalau Anda menderita EO ini atau pengapuran.
Apa usaha yg dpt dilakukan oleh diri kita sendiri ?
Dalam kehidupan setiap hari, ada bnyk hal yg dpt anda lakukan utk meringankan rasa sakit :sbg cnth renang, jalan kaki, bersepeda,dll. Berolah raga setiap hari utk melemaskan persendian yg kaku dan sakit, tanpa membebaninya, artinya anda jgn bertumpu pd persendian. Melemaskan persendian yg sakit memungkinkan mengurangi rasa sakit. Olah raga ini dpt jg membantu anda mengenali persendian mn yg sakit shgg tahu bagaimana merawatnya.
Olah raga dpt jg dilakukan scr berkelompok. Di bawah air panas, sendiri, atau dibawah arahan sorng ahli. Di grup Anda dpt bersosialisasi dan dpt mnrptkan informasi perawatan terhadap rematik.
Hindari beban di atas persendian, ini hanya akan meningkatkan rasa sakit. Rasa sakit merupakan tanda persendian terlalu berat membawa beban..
Hindari membawa benda berat.
Pakailah sepatu ataus andal yg nyaman, yg menopang kaki dan tdk ketat..
Ubahlah secara teratur posisi tubuh anda. Hindari terlalu lama di satu posisi tertentu, spt duduk, berdiri atau ketika sdg membawa sesuatu, atau ketika melakukan perjalanan jauh dgn bus atau kereta..
Saat beristirahat, letakkan persendian di posisi yg nyaman : dengkul dan pinggang misalnya.
Jika pengkapuran pd jari, hindari gerakan memutar jari.
Menggunakan alat spt tongkat dpt membantu.
Pengapuran tulang bukan penyakit yg mortel atau mematikan, hanya Anda perlu hidup bertahun-tahun dgn rasa sakit. Pengapuran merupakan penyakit rematik akut yg sering kita temui pd orng lansia.


Jadi......sedia payunglah sebelum hujan. Mencegah lebh baik karena ada bbrp penyakit kalau sdh terkena tdk akan bs sembuh. Adanya yah hanya meredakan saja....

READ MORE......

KETIKA PENGAPURAN SENDI MENGINTAI DI USIA SENJA

Kamis, 5 Januari, 2006 oleh: gmikro Ketika Pengapuran Sendi Mengintai di Usia Senja
Gizi.net - Tetap bugar dan sehat di usia senja merupakan dambaan setiap orang. Namun, kenyataannya berbagai penyakit degeneratif justru kerap menyerang seiring bertambahnya umur. Salah satunya adalah penyakit osteoartritis atau dikenal dengan pengapuran sendi.

Penyakit ini ternyata juga diderita Kurnialani Salim (51). Setiap kali hendak berdiri setelah duduk lama, ia merasa nyeri pada bagian lutut. Kadang lututnya berbunyi seperti mau patah. ”Kalau pergi ke mal bersama anak, saya lebih banyak duduk. Soalnya, kaki tidak kuat kalau jalan jauh,” ujar perempuan yang memimpin dua kantor cabang Bank Haga Jakarta ini.

”Menyetir mobil sendiri juga susah. Mobil saya kan tidak otomatis sehingga harus sering menggunakan kaki saat mengemudi,” tuturnya. Padahal setiap hari ia harus menempuh perjalanan sekitar satu jam dari kediamannya di Kawasan Kebon Jeruk, Jakarta Barat, menuju kantornya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Belum lagi kalau arus lalu-lintas padat.

Rutinitas

Kendati tetap bisa menjalankan rutinitas pekerjaan, rasa sakit itu jelas mengganggu aktivitasnya sehari-hari. Apalagi sebagai eksekutif di dunia perbankan, ibu dari dua anak ini dituntut memiliki mobilitas tinggi. Selain harus mengelola manajemen perusahaan, ia juga aktif membina relasi dengan para nasabah bank tempat dia bekerja sejak 15 tahun lalu.

Hal serupa juga dialami Ny Tuti Sumarti (54) yang menderita osteoartritis sejak tahun 2003 silam. Saat itu ia tengah mencuci baju di rumahnya, di Kelapa Gading Timur, Pulo Gadung, Jakarta Utara. Tiba-tiba rasa nyeri menyerang pada pinggang hingga lutut ketika mengangkat ember berisi tumpukan baju yang habis dicucinya. Bahkan, ibu dari seorang putra ini sempat mengalami pembengkakan pada bagian lutut.

”Setiap kali naik tangga, rasa nyeri pada bagian lutut itu kambuh lagi. Kadang bagian tumit juga pegal,” kata ibu dari seorang anak ini. Padahal sebagai perawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta, ia harus sering berjalan dan naik-turun tangga untuk melayani pasien dan mengurus administrasi kantor.

Ny Salihati Tulus (78), pensiunan Departemen Agama (Depag) juga mengalami osteoartritis sejak beberapa tahun silam yang diawali rasa lemas pada seluruh tubuhnya. Lambat laun lututnya pun terasa nyeri. Beberapa bagian tubuh yang lain juga mengalami hal serupa, di antaranya punggung. ”Semula bagian kanan yang sakit diikuti bagian kiri hingga saya sulit bersimpuh waktu shalat,” tuturnya.

Rasa nyeri itu kian terasa jika ia berjalan terlalu lama dan mengangkat beban berat. Jika rasa nyeri kambuh, ia sulit menjalankan aktivitas sehari-hari, termasuk shalat. ”Agar tidak terlalu capek, saya pakai alat bantu seperti mesin cuci. Apalagi di rumah saya hanya tinggal berdua dengan suami setelah anak-anak kami berumah tangga,” ujarnya.

Sebelum sakit yang diderita bertambah parah, Elsye memilih segera memeriksakan kesehatan ke seorang dokter di Rumah Sakit Cikini, Jakarta. Atas rekomendasi dokter tersebut, ia menjalani rontgen dan pemeriksaan darah untuk memastikan apa jenis penyakit yang dideritanya. ”Begitu terasa nyeri, saya segera ke dokter. Saya tidak mau terlambat memeriksakan kesehatan,” tutur Kurnialani yang akrab dipanggil Elsye ini.

Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan ia mengalami pengapuran sendi. Menurut dokter, ada beberapa alternatif yang bisa ditempuh untuk mengatasi, yakni dengan obat- obatan, suntikan, sampai pembedahan jika sampai terjadi patah tulang. ”Karena baru terjadi sedikit pengapuran sendi dan pembengkakan, saya dianjurkan mengonsumsi obat-obatan penghilang rasa nyeri,” tuturnya.

Ia juga diminta menurunkan berat badan dan rutin menjalani terapi fisik. Selain mengikuti terapi fisik di Rumah Sakit Hermina, Jakarta, ia berlatih senam untuk penderita osteoartritis di sela-sela aktivitas sehari-hari. ”Setiap hari saya berlatih fisik untuk menguatkan otot dan persendian kaki baik di rumah maupun di kantor. Pokoknya, setiap ada waktu, saya pasti latihan sendiri,” ujarnya.

Gangguan

Hasilnya, dalam waktu dua bulan gangguan nyeri pada persendian kaki berangsur hilang. Ia pun kembali dapat bekerja optimal tanpa gangguan rasa nyeri. ”Tim medis yang menangani sampai heran, kok saya bisa cepat pulih dari rasa nyeri karena pengapuran sendi. Meskipun ada sedikit pembengkakan, saya tidak sampai disuntik untuk menyedot cairan,” kata Elsye.

Menurut dia, kunci sukses pengobatan bagi penderita osteoartritis adalah deteksi dini adanya gejala klinis penyakit itu dan kepatuhan pada anjuran tim medis. ”Jangan jadikan terapi fisik itu sebagai beban, tetapi jalani saja dengan santai. Buktinya saya masih bisa berlatih fisik sambil nonton televisi maupun di sela-sela aktivitas kantor,” tuturnya.

”Saya juga berusaha menurunkan berat badan karena itu salah satu faktor risiko terkena pengapuran sendi. Tapi, saya tidak mau berat badan turun drastis karena itu bisa menimbulkan efek samping, seperti sakit pada lambung. Yang penting, menghindari makanan yang berkolesterol tinggi,” kata Elsye. Belakangan ia juga mencoba diet berdasarkan golongan darah.

Sementara itu, Ny Tuti mengaku harus menjalani penyedotan cairan pada lutut karena mengalami pengapuran yang menjadi penyebab pembengkakan pada lutut. Selain mengonsumsi obat, ia mengikuti senam rematik dan secara rutin menjalani terapi fisik di Unit Rehabilitasi Medik RSCM. ”Setiap hari saya juga melakukan senam di rumah,” ujarnya.

Ia juga menghindari melakukan aktivitas fisik yang menimbulkan rasa nyeri pada persendian, seperti naik tangga. ”Saya menghindari makanan yang mengandung kolesterol tinggi maupun menimbulkan asam urat seperti daun melinjo, emping, dan daung singkong. Awalnya susah sekali karena saya sangat gemar makan lalapan segar,” ujarnya.

Ny Salihati bahkan sempat dirawat di rumah sakit karena didiagnosis mengalami infeksi. Sebagian giginya pun harus dicabut sehingga ia sulit makan. Belakangan, ia dinyatakan menderita pengapuran sendi. ”Saya memang tidak rutin ikut senam rematik dan terapi fisik. Tapi, saya pakai korset khusus untuk menyangga punggung dan tongkat sebagai alat bantu berjalan, serta menghindari kegiatan fisik berat,” tuturnya.

Pengapuran sendi (osteoartritis) kian banyak dialami masyarakat, terutama pada orang yang telah berusia lanjut. Karena itu, menurut spesialis penyakit Dr Yoga Kasjmir SpPD-KR dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), berbagai faktor risiko perlu sejak dini dikenali agar bisa melakukan tindak pencegahan penyakit itu.

Rawan sendi

Osteoartritis dimulai dari kerusakan tulang rawan sendi yang antara lain diikuti pertumbuhan osteofit, penebalan tulang subkondral, dan kerusakan ligamen. Pengapuran ini umumnya menyerang sendi penopang tubuh, seperti sendi lutut, panggul, dan sendi jari tangan. Jika tidak segera diobati, penyakit ini bisa menimbulkan kerusakan seluruh organ sendi hingga cacat.

Penderita osteoartritis mengalami gejala klinis antara lain, nyeri sendi, kaku sendi, bengkak sendi, dan tulang berderik. Nyeri sendi merupakan keluhan awal pasien dan akan muncul setelah sendi yang terserang digunakan. Gangguan ini bertambah berat jika sendi digunakan berlebihan dan akan berkurang bila diistirahatkan. ”Jika bertambah parah, nyeri sendi juga muncul saat beristirahat,” katanya.

”Pengapuran sendi paling banyak didapatkan pada tulang belakang, lutut, tangan, dan kaki, serta otot sekitar sendi. Karena rawan sendi aneural, maka nyeri sendi pada osteoartritis berasal dari struktur di luar rawan sendi,” ujar Yoga. Makin bertambah usia, prevalensi penderita pengapuran sendi ini makin meningkat. Sejauh ini penyakit tersebut tidak pernah ditemukan pada anak dan jarang terjadi pada orang dewasa muda.

Faktor risiko yang menimbulkan pengapuran sendi antara lain, kegemukan (obesitas), mobilitas tinggi, densitas massa tulang, hormonal dan penyakit rematik kronik lainnya. Pada sejumlah penelitian terhadap lansia ditemukan, perempuan lebih sering terserang osteoartritis pada lutut, tangan dan kaki jika dibandingkan dengan pria. Sementara pria cenderung mengalami pengapuran sendi pada panggul.

”Selain faktor risiko yang tidak bisa dimodifikasi seperti hormonal dan usia, trauma dan pemakaian sendi berlebihan juga meningkatkan risiko terserang pengapuran tulang pada sendi,” kata Yoga.

Peranan beban mekanik berlebih pada sendi lutut dan panggul akan menimbulkan kerusakan tulang rawan sendi, kegagalan ligamen dan struktur lain untuk menopang badan.

Maka dari itu, pencegahan osteoartritis sebaiknya dimulai sejak dini dengan mengenali faktor risiko penyakit itu dan berlatih fisik secara teratur, seperti bersepeda, berenang, dan senam rematik untuk menguatkan otot quadriceps, dan menghindari penggunaan sendi berlebihan.

”Jika terkena osteoartritis, penderita sebaiknya segera berobat disertai terapi fisik secara berkala,” ujar Yoga.

Sumber : www.kompas.co.id

READ MORE......

Rabu, 26 Januari 2011

HUKUM MENJAMA' SHOLAT

Apabila di tempat kerja tidak ada tempat yang bersih/suci untuk shalat apakah boleh shalatnya dijama meskipun menjadi kebiasaan rutin? Apabila kita pergi ke luar daerah tempat kita tinggal meskipun dekat tapi kita belum pernah ke tempat itu apakah disebut safar dan bagaimana shalatnya? Apabila karena lupa atau ketiduran sehingga tdk melaksanakan shalat, apakah shalat bisa dijama?
Muhammad Al-fatih
fatih

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh,
Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu ‘ala rsulillah, wa ba’du

Menjama’ shalat itu pada hakikatnya meninggalkan shalat atau tidak mengerjakan shalat pada waktunya. Padahal shalat itu wajib dilkerjakan pada waktunya. Kalau sampai seseorang mengubah waktu shalat, harus ada dalil yang sangat kuat yang membolehkan hal itu.
Dan dalam pandangan syariat, pengubahan waktu shalat secara sengaja hingga dikerjakan bukan di dalam waktunya hanya bisa dilakukan dalam bentuk shalat jama’. Namun shalat jama’ itu tidak boleh begitu saja dilakukan kecuali oleh sebab yang juga dilandasi dengan dalil yang syar’i.
Hal-hal yang membolehkan jama’ shalat itu sangat terbatas sekali, diantaranya adalah
1. Safar (perjalanan) yang Panjang dan Memenuhi Jarak Minimal
Safar (perjalanan) bisa membolehkan shalat jama’, namun hanya yang panjang dan memenuhi jarak minimal, yaitu 4 burd (88, 656 km ). Sebagian ulama berbeda dalam menentukan jarak minimal. Perjalanan itu harus perjalanan ke luar dari kota tempat tinggalnya dengan niat sengaja untuk mengadakan perjalanan. Juga bukan perjalanan maksiat.
2. Sakit
Selain itu yang membolehkan seseorang menjama’ adalah karena sakit. Imam Ahmad bin Hanbal membolehkan jama` karena disebabkan sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah. Sedangkan dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dari mazhab Al-Hanabilah menuliskan bahwa sakit adalah hal yang membolehkan jama` shalat. Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Ibnu Sirin dan Asyhab dari kalangan Al-Malikiyah. Begitu juga Al-Khattabi menceritakan dari Al-Quffal dan Asysyasyi al-kabir dari kalangan Asy-Syafi`iyyah.
3. Haji
Para jamaah haji disyariatkan untuk menjama` dan mengqashar shalat zhuhur dan Ashar ketika berada di Arafah dan di Muzdalifah dengan dalil hadits berikut ini :
Dari Abi Ayyub al-Anshari ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`. (HR Bukhari 1674).
4. Hujan
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau delapan ; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya`”. Ayyub berkata, ”Barangkali pada malam turun hujan ?” Jabir berkata, ”Mungkin”. (HR. Bukhari 543 dan Muslim 705).
Dari Nafi` maula Ibnu Umar berkata,”Abdullah bin Umar bila para umaro menjama` antara maghrib dan isya` karena hujan, beliau ikut menjama` bersama mereka.” (HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad Shahih).
Hal seperti juga dilakukan oleh para salafus shalih seperti Umar bin Abdul Aziz, Said bin Al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman dan para masyaikh lainnya di masa itu. Demikian dituliskan oleh Imam Malik dalam Al-Muwattha` jilid 3 halaman 40.
Selain itu ada juga hadits yang menerangkan bahwa hujan adalah salah satu sebab dibolehkannya jama` qashar.
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR. Muslim 705).
5. Keperluan Darurat yang Mendesak
Bila seseorang terjebak dengan kondisi di mana dia tidak punya alternatif lain selain menjama`, maka sebagian ulama membolehkannya. Namun hal itu tidak boleh dilakukan sebagai kebiasaan atau rutinitas. Dalil yang digunakan adalah dalil umum seperti yang sudah disebutkan diatas. Allah SWT berfirman :
“Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan.” (QS. Al-Hajj: 78)
Dari Ibnu Abbas ra, “beliau SAW tidak ingin memberatkan ummatnya.”
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW pernah menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim 705).
Sedangkan Al-Imam An-Nawawi dari mazhab Asy-Syafi`iyyah dalam Syarah An-Nawawi jilid 5 219 menyebutkan, ”Sebagian imam berpendapat membolehkan menjama` shalat saat mukim (tidak safar) karena keperluan tapi bukan menjadi kebiasaan.”
Meninggalkan Shalat karena Ketiduran
Sedangkan bila ketiduran dan tidak sempat shalat, harus langsung dikerjakan begitu terbangun. Namun istilah yang digunakan bukan menjama’ shalat. Sebab yang namanya menjama’ shalat itu terbatas pada shalat Zhuhur dengan Ashar dan shalat Maghrib dengan ‘Isya saja. Tidak ada istilah jama’ dalam shalat Shubuh. Yang ada hanyalah segera mengerjakan begitu terbangun, sebagaimana sabda Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ : مَنْ نَسِيَ صَلَاةً فَلْيُصَلِّهَا إذَا ذَكَرَهَا لَا كَفَّارَةَ لَهَا إلَّا ذَلِكَ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Anas bin Malik ra. bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang ketiduran (sampai tidak menunaikan sholat) atau lupa melaksanakannya, maka ia hendaklah menunaikannya pada saat ia menyadarinya.” (HR Muttafaq alaihi)
Oleh karena itu, orang-orang yang kesiangan wajib menunaikan sholat shubuh tersebut pada saat ia tersadar atau terbangun dari tidurnya (tentunya setelah bersuci terlebih dahulu), walaupun waktu tersebut termasuk waktu-waktu yang terlarang melaksanakan sholat.
Karena pelarangan sholat pada waktu-waktu tersebut berlaku bagi sholat-sholat sunnah muthlak yang tidak ada sebabnya. Sedangkan bagi sholat yang memiliki sebab seperti halnya orang yang ketiduran atau kelupaan, diperbolehkan melaksanakan sholat tersebut pada waktu-waktu terlarang. Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda:
Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat sebelum matahari terbit maka dia telah mendapatkan sholat tersebut (shalat shubuh).” (HR Bukhari no. 579 dan Muslim no. 608)

Wallahu a’lam bish-shawab
Wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh
sumber: eramuslim.com

READ MORE......

FATWA ULAMA NU JOMBANG

> From: "Harlan C. Jaya"
> 
> Subject: FW: FATWA ULAMA NU JOMBANG
> Date: Fri, 15 Sep 2006 09:24:35 +0700
> 
> FATWA ULAMA JOMBANG
> DALAM BERBAGAI IBADAH/AMALAN 
> 
> 
> BEBERAPA FATWA ULAMA NU JOMBANG
> Bismillahirrohmanirrohim
> Kami Ulama dari Nahdatul Ulama Jombang, Jawa Timur
> setelah bermusyawarah dalam masalah peribadatan umat
> Islam yang selama ini dianggap Ibadah, amalan YANG
> TIDAK SESUAI dengan syariat Islam, setelah mengkaji
> ulang beberapa kali dan mengkaji hadits-hadits,
> pendapat para imam, telah mengambil keputusan untuk
> menghimbau, sekali lagi sifatnya menghimbau kepada
> kaum muslimin di seluruh Indonesia khususnya kaum
> Nahdiyin agar merubah secara bertahap amalan yang
> selama ini kurang sesuai dengan syariat Islam, agar
> mengikuti fatwa kami sebagai berikut :
> 
> DALAM SHOLAT
> 1. Agar meninggalkan kebiasaan membaca "Usholli..."
> dengan suara keras, karena niat itu pekerjaan hati
> cukup dalam hati saja.
> 2. Ba'da sholat, imam tidak perlu membaca wirid,
> Zikir, dengan bersuara, cukup dalam hati dan imam
> ba'da sholat tidak perlu memimpin DO'A BERSAMA
> dengan jama'ah. Imam dan jama'ah berdo'alah
> sendiri-sendiri dalam hati.
> 3. Jama'ah ba'da sholat tidak perlu mencium tangan
> imam, cukup bersalaman saja ( Catatan : bersalaman
> setelah sholat pun harus sedikit demi sedikit
> ditinggalkan karena tidak ada dalilnya, kaum
> muslimin seharusnya mengamalkan sunnah dengan 
> mengucapkan salam dan bersalaman sesama muslim pada
> saat bertemu satu dengan yang lainnya ) 
> 4. Dalam sholat subuh imam tidak perlu membaca
> do'a Qunut, kecuali kalau ada sesuatu yang berbahaya
> terhadap kehidupan Umat Islam secara keseluruhan.
> 5. Do'a Qunut boleh dibaca setiap sholat bila ada
> keperluan yang bersifat darurat tidak hanya dalam
> sholat subuh.
> 6. Sholat Rawatib/Sholat Sunnat Qobliah/Ba'diah
> adalah sebagai berikut Qobla Subuh, Qobla dan Ba'da
> Dzuhur, Ashar tidak ada rawatib, Ba'da Magribh dan
> Ba'da Isya.
> 
> DALAM SHOLAT JUM'AT
> 1. Sebelum khotib naik mimbar tidak ada Adzan dan
> tidak ada qobla' jum'at.
> 2. Ketika khotib duduk diantara dua khutbah tidak
> ada bacaan sholawat.
> 3. Ba'ada sholat jum'at imam tidak mempunyai
> kewajiban untuk memimpin do'a untuk makmum dengan
> suara kuat. Silahkan imam dan jama'ah berdzikir,
> wirid dan do'a masing-masing.
> 4. Dalam sholat jum'at tongkat yang selama ini
> dipakai khotib bukan merupakan saran ibadah. Hanya
> kebiasaan dari khalifah Utsman, sekarang dapat
> ditinggalkan.
> 5. sebelum khotib naik mimbar tidak perlu
> pengantar dan tidak perlu membaca hadits Muhammad
> SAW tentang jangan berkata-kata ketika khotib sedang
> khutbah, tapi sampaikanlah bersamaan dengan laporan
> petugas masjid tentang laporan keuangan. Petugas
> khotib dan imam hal ini sebagai perangkat laporan
> administrasi masjid, bukan proses ibadah sholat
> jum'at.
> 
> DALAM SHOLAT TARAWIH/WITIR/TAHAJUD
> 1. Dalam bulan ramadhan diwajibkan shaum dan
> dimalam hari disunnatkan sholat tarawih, witir. Yang
> selama ini masih ada yang berbeda pendapat karena
> itu perlu diketahui himbauan ini.
> 2. Sholat Tarawih dilakukan Nabi Muhammad SAW
> sebanyak 8 raka'at dan 3 raka'at witir. Dapat
> dilakukan dengan cara 4-4-3.
> 3. Tidak disunnatkan membaca do'a bersama-sama
> antara raka'at.
> 4. Tidak dibenarkan antar jama'ah membaca sholawat
> nabi bersahut-sahutan.
> 5. Sebelum Ramadhan tidak perlu sholat Tasbih,
> Sholat Nisfu Sya'ban, sedekah ruah. Karena hadits
> tentang kedua sholat tersebut dho'if, lemah dan
> berbau pada hadits maudhu (palsu). Karena terputus
> perawinya dan sholat ini tidak pernah dilakukan oleh
> Nabi Muhammad SAW juga 4 sahabat.
> 6. Pada sholat witir dibulan Ramadhan tidak perlu
> ada Qunut ( Catatan : adapun qunut witir merupakan
> sunnah yang tidak dibatasi kapan hari mulainya pada
> bulan Ramadhan. Qunut witir dilakukan sebelum ruku )
> .
> 
> DALAM UPACARA TA'ZIAH
> 1. Keluarga yang mendapat musibah kematian, wajib
> bagi umat Islam untuk ta'ziah, selama tiga hari
> berturut-turut.
> 2. Kebiasaan selama ini yang melakukan hari ke-7,
> hari ke-40, hari ke-100 supaya ditinggalkan. Karena
> ini tidak ada contoh dari Nabi Muhammad SAW dan
> tidak ada tuntunannya. Upacara itu berasal dari
> ajaran agama Hindu dan Budha, menjadi upacara
> drikerajaan Hiyang dari daratan Tiongkok yang dibawa
> oleh orang Hindu ke tanah Melayu tempo dulu.
> 3. Dalam ta'ziah usahakan tidak ada makan-makan,
> cukup air putih sekedar obat dahaga.
> 4. Acara dalam ta'ziah, baca surat al-Baqoroh ayat
> 152 sampai 160, kemudian adakan tabligh yang
> mengandung isi kesabaran dalam menerima musibah,
> tutup dengan do'a untuk sang almarhum, tinggalkan
> kebiasaan baca surat Yasin bersama-sama, tahlil dan
> kirim Fadhilah. Semua itu ternyata hukumnya bid'ah.
> 
> DALAM UPACARA PENGUBURAN
> 1. Tinggalkan kebiasaan dalam sholat jenazah
> dengan mengajak jama'ah untuk mengucapkan kalimat
> bahwa "jenazah ini orang baik, khoir, khoir". Hal
> ini tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW dan
> tidak ada Hadits sebagai pembimbing.
> 2. Tinggalkan kebiasaan ketika mengangkat jenazah
> turun naik tiga kali sambil dibacakan surat
> Alfatihah.
> 3. Tinggalkan kebiasaan selama ini adanya
> bimbingan kepada mayat yang sudah dalam kubur yang
> disebut dengan TALQIN.
> 4. Tinggalkan kebiasaan membangun kuburan dengan
> bangunan mewah.
> 5. Tinggalkan kebiasaan selama ini membaca kitab
> suci al-Qur'an (Surat Yasin) diatas kuburan, kalau
> ziarah kekuburan bersihkan kemudian berdo'a.
> 
> Demikianlah beberapa Fatwa yang kami simpulkan,
> karena masalah yang kami kemukakan diatas, sangat
> banyak dipertanyakan dari berbagai dan terutama dari
> keluarga besar Nahdiyin. Fatwa ini datang dari
> berbagai Ulama NU yang berkumpul di Jombang dalam
> suatu pengajian, sehingga oleh KH Mustafa Djalil
> dikumpulkan beberapa Ulama untuk membahas berbagai
> masalah sehari-hari yang menjadi selang sengketa
> dikalangan umat Islam, khusunya kalangan Nahdiyin,
> untuk menjadi pegangan sehingga dapat diadakan bahan
> pertimbangan dan jangan melakukan perubahan dengan
> cara yang kurang bijaksana, khawatir akan
> menimbulkan gejolak. Lakukan sosialisasi Fatwa ini
> dengan diskusi dengan jiwa kebersamaan untuk menuju
> kepada ibadah dan peramalan yang benar menurut
> syariat Islam. Kepada saudara-saudara yang menerima
> Fatwa ini, agar memperbanyak Fatwa ini dan
> disampaikan secara beranting ke sumua umat Islam
> agar segera tersosialisasi dengan cepat.
> 
> Semoga Allah SWT menuntun kita kejalan yang lurus
> 
> Jombang, 1 Ramadhan 1423 H
> 1. KH. Mustafa Djalil
> 2. KH. Abdullah Siddiq
> 3. KH Mahfudz Siddiq
> 4. KH Abdullah Hasyim
> 5. KH Hasyim Basdan
> 6. KH A. Ridwan Hambal
> 7. KH Faturachman Sujono
> 8. KH Cholil Anshor
> 9. KH Tantowi Djauhari
> 
> Notulis pertemuan
> 
=== message truncated ===

READ MORE......

Minggu, 23 Januari 2011

MAHROM

Pertanyaan :

Assalamu'alaikum, Ustadz..
Ana mau tanya tentang persoalan mahram dari sebab pernikahan. Apakah mahram kita juga menjadi mahram bagi istri kita? Misalnya:
1) Apakah kita boleh berjabat tangan dengan ibu mertua kita dan bagaimana juga dengan anak perempuannya?
2) Kita punya paman (dari saudara ayah/ibu), apakah paman tersebut menjadi mahram bagi istri kita? Terus apakah istri kita (dalam Islam) boleh berjabat tangan dengannya?

dari Mursalim

Jawaban:
بسم الله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه، أما بعد؛
Wa'alaikumussalaam warahmatullah wabarakatuh
Alhamdulillah
Kemahraman dalam islam disebabkan oleh tiga hal: nasab (keturunan), persusuan, dan mushaharah (pernikahan) berdasarkan firman Allah Ta’alaa:

قال الله تعالى : ( حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا * وَالْمُحْصَنَاتُ مِنَ النِّسَاءِ إِلَّا مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ كِتَابَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَأُحِلَّ لَكُمْ مَا وَرَاءَ ذَلِكُمْ ) النساء/23 ، 24
Artinya: 23. diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
24. dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan Dihalalkan bagi kamu selain yang demikian [QS An-Nisa: 23-24].
Syeikh As-Sa’die rahimahullah berkata: termasuk dalam firman-Nya: (dihalalkan bagi kamu selain yang demikian) semua yang tidak disebutkan dalam ayat ini, karena itu halal baik, dan yang haram terbatas dan yang halal tidak ada batasannya, sebagai kelembutan dari Allah rahmat dan kemudahan bagi hamba-Nya) [Tafsir As-Sa’die hal:174].
Demikian juga sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam yang diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu `anhu, ia berkata, “Diharamkan dari persusuan apa-apa yang diharamkan dari nasab.” (HR. Bukhari 3/222/ 2645 dan Muslim 2/1068/ 1447)
Adapun pertanyaan pertama apakah ibu mertua termasuk mahram maka jawabannya benar, karena ada hubungan pernikahan dengan anaknya sedangkan anak perempuan ibu mertua maka dia bukanlah mahram bagi kita karena tidak ada yang menyebabkan kemahraman.
Sedangkan pertanyaan kedua yaitu mengenai paman kita apakah dia juga mahram bagi istri kita maka jawabannya tidak karena tidak ada yang menyebabkan kemahraman karena kemahraman karena pernikahan bagi laki-laki hanya berlaku bagi istri ayah (ibu tiri), istri anak (mantu) dan ibu istri (mertua) termasuk nenek kandung istri.
Adapun bagi wanita adalah suami ibu (ayah tiri), suami anak (mantu) dan ayah suami (mertua) termasuk kakek kandung suami.
Adapun mereka yang termasuk mahram karena tiga sebab diatas maka boleh berjabat tangan atau tidak berhijab, sedangkan yang bukan mahram maka mereka dihalalkan menikahinya sehingga harus berhijab dan tidak boleh bersentuhan maupun berjabat tangan berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Ma’qil bin Yasar radhiyallahu anhu: (Lebih baik seseorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi dikepalanya dari pada menyentuh wanita asing) HR Imam At-Thabrani dan Al- Baihaqi dan Al-Hafidz Al-Mundziri berkata: para perawi At-Thabrani tsiqoh.
Wallahu A’lam bishowab
(Dijawab oleh Ustadz Abu Roidah, Lc)

READ MORE......

HUKUM LELAKI MEMKAI CELANA PANJANG

Apa hukumnya shalat memakai celana panjang tanpa memakai jubah/gamis/sarung? Apakah shalatnya tetap sah? Adakah batasan hukum celana yang sehari-hari kita pakai selain membuang isbal? Jazakumullahu khairan katsira.
Abu Dzar
Alamat: Tangerang
Email: ibnustaxxxx@gmail.com

Al Akh Yulian Purnama menjawab:
Pada asalnya hukum memakai pakaian apapun dibolehkan dalam Islam, kecuali pakaian-pakaian tertentu yang termasuk dalam dalil-dalil yang menunjukkan pelarangan. Selain itu Islam tidak menetapkan model pakaian tertentu untuk shalat. Selama pakaian tersebut memenuhi syarat maka boleh dipakai untuk shalat, apapun modelnya.
Dengan demikian, yang perlu kita pegang adalah bahwa hukum asal memakai celana panjang adalah mubah. Namun para ulama memang membahas keabsahan shalat orang yang saat shalat dengan memakai celana panjang pada 2 keadaan berikut:
1. Celana panjang yang dipakai masih menampakkan warna kulit dan menampakkan bentuk tubuh (ketat)
Pada kondisi ini para ulama ijma (bersepakat) bahwa hukumnya haram dan shalatnya tidak sah. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam An Nawawi, ulama besar mahdzab Syafi’i, beliau berkata:
لو ستر بعض عورته بشيء من زجاج بحيث ترى البشرة منه لم تصح صلاته بلا خلاف
Jika sebagian aurat sudah tertutupi dengan sesuatu yang berbahan kaca, sehingga masih terlihat warna kulitnya, maka tidak sah shalatnya tanpa ada perbedaan pendapat di antara ulama” (Al Majmu’, 3/173)
Bahkan jika warna kulit hanya terlihat dengan samar, tetap tidak sah shalatnya. Dijelaskan oleh Ibnu Qudamah, ulama besar mahdzab Hambali, beliau berkata:
والواجب الستر بما يستر لون البشرة فإن كان خفيفا يبين لون الجلد من ورائه فيعلم بياضه أو حمرته لم تجز الصلاة فيه لأن الستر لا يحصل بذلك
Menutup aurat sampai warna kulit tertutupi secara sempurna, hukumnya wajib. Jika warna kulit masih tampak oleh orang dibelakangnya namun samar, yaitu masih bisa diketahui warna kulitnya putih atau merah, maka tidak sah shalatnya. Karena pada kondisi demikian belum dikatakan telah menutupi aurat” (Al Mughni, 1/651)
2. Celana panjang yang dipakai telah menutupi warna kulit secara sempurna namun masih menampakkan bentuk tubuh (ketat)
Pada kondisi ini terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama. Sebagian ulama mengatakan shalatnya tidak sah. Diantaranya Ibnu Hajar Al Asqalani, ulama besar mahdzab Syafi’i, beliau berkata:
عن أشهب، فيمن اقتصر على الصلاة في السراويل مع القدرة: يعيد في الوقت، إلا إن كان صفيقاً
Aku mendengar ini dari Asyhab, bahwa orang yang mencukupkan diri shalat dengan memakai celana panjang padahal ia sanggup memakai pakaian yang tidak ketat, ia wajib mengulang shalatnya pada saat itu juga, kecuali jika ia tidak tahu malu” (Fathul Bari, 1/476)
Tidak sahnya shalat orang yang memakai pakaian ketat juga merupakan pendapat Syaikh Ibnu Baz, mantan ketua Komite Fatwa Saudi Arabia, ketika ditanya tentang hal ini beliau menjawab: “Jika celana pantalon ini menutupi aurat dari pusar sampai seluruh paha laki-laki, longgar dan tidak ketat, maka sah shalatnya. Namun lebih baik lagi jika di atasnya dipakai gamis yang dapat menutupi hingga seluruh pahanya, atau lebih baik lagi sampai setengah betis, karena yang demikian lebih sempurna dalam menutupi aurat. Shalat memakai sarung lebih baik daripada memakai celana panjang jika tidak ditambah gamis. Karena sarung lebih sempurna dalam menutupi aurat” (Majmu’ Fatawa Ibnu Baz , 1/68-69, http://www.ibnbaz.org.sa/mat/2480 )
Dalam penjelasan Syaikh Ibnu Baz ini juga ditegaskan bolehnya shalat dengan memakai celana panjang tanpa ditambah gamis atau sarung, asalkan tidak ketat.
Namun sebagian ulama berpendapat shalatnya tetap sah jika ia telah menutupi warna kulit dengan sempurna walaupun bentuk tubuh masih terlihat (ketat). Sebagaimana pendapat Imam An Nawawi, bahkan beliau membantah ulama yang berpendapat shalatnya tidak sah:
فلو ستر اللون ووصف حجم البشرة كالركبة والألية ونحوهما صحت الصلاة فيه لوجود الستر ، وحكى الدارمي وصاحب البيان وجها أنه لا يصح إذا وصف الحجم ، وهو غلط ظاهر
Jika warna kulit telah tertutupi secara sempurna dan bentuk tubuh semisal paha dan daging betis atau semacamnya masih nampak, shalatnya sah karena aurat telah tertutupi. Memang Ad Darimi dan penulis kitab Al Bayan menyampaikan argumen yang menyatakan tidak sahnya shalat memakai pakaian yang masih menampakkan bentuk tubuh. Namun pendapat ini jelas-jelas sebuah kesalahan” (Al Majmu’, 3/173)
Demikian juga pendapat Ibnu Qudamah, beliau menyatakan sahnya shalat memakai pakaian yang ketat namun beliau tidak menyukai orang yang melakukan hal tersebut:
وأن كان يستر لونها ويصف الخلقة جازت الصلاة لأن هذا لا يمكن التحرز منه وإن كان الساتر صفيقا
Jika warna kulit sudah tertutupi dan bentuk tubuh masih nampak, shalatnya sah. Karena hal tersebut tidak mungkin dihindari (secara sempurna). Namun orang yang shalat memakai pakaian ketat adalah orang yang tidak tahu malu” (Al Mughni, 1/651)
Sebagian ulama juga berpendapat shalatnya sah namun pelakunya berdosa dikarenakan memakai baju ketat. Sebagaimana pendapat Syaikh Shalih Fauzan Al Fauzan hafizhahullah, ulama besar di Saudi Arabia saat ini, beliau berkata: “Baju ketat yang masih menampakkan bentuk tubuh wanita, baju yang tipis dan terpotong pada beberapa bagian, tidak boleh memakainya. Baju ketat tidak boleh digunakan oleh laki-laki maupun wanita, terutama bagi wanita, karena fitnah wanita lebih dahsyat. Adapun keabsahan shalatnya tergantung bagaimana pakaiannya. Jika pakaian ketat ini dipakai seseorang untuk shalat, dan telah cukup untuk menutupi auratnya, maka shalatnya sah karena aurat telah tertutup. Namun ia berdosa karena memakai pakaian ketat. Sebab pertama, karena dengan pakaian ketatnya, ia telah meninggalkan hal yang disyariatkan dalam shalat, ini terlarang. Sebab kedua, memakai baju ketat dapat mengundang fitnah karena membuat orang lain memalingkan pandangan kepadanya, apalagi wanita.” (Muntaqa Fatawa Shalih Fauzan, 3/308-309)
Dari beberapa penjelasan diatas, dapat kita simpulkan bahwa letak perbedaan pendapat di antara para ulama adalah dalam memutuskan apakah memakai pakaian ketat dalam shalat itu sudah termasuk menutup aurat atau tidak. Dengan demikian ini adalah perkara khilafiyyah ijtihadiyyah, yang masing-masing pendapat dari ulama tersebut harus dihormati.
Namun yang paling baik adalah menghindari hal yang diperselisihkan dan mengamalkan hal yang sudah jelas bolehnya. Sehingga memakai pakaian yang longgar dan lebar hingga tidak menampakkan warna kulit dan tidak menampakkan bentuk tubuh adalah lebih utama.
Kemudian perlu digarisbawahi, seluruh penjelasan di atas berlaku bagi setiap orang yang memiliki kemampuan dalam pakaian, ia berkecukupan dalam berpakaian dan mampu mengusahakan untuk memiliki pakaian yang longgar dan tidak ketat. Adapun orang yang tidak berkemampuan untuk berpakaian yang longgar, misalnya orang miskin yang hanya memiliki sebuah pakaian saja, atau orang yang berada dalam kondisi darurat sehingga tidak mendapatkan pakaian yang longgar, maka shalatnya sah dan ia tidak berdosa. Berdasarkan hadits dari Jabir bin Abdillah yang menceritakan dirinya ketika hanya memiliki sehelai kain untuk shalat, maka RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
إِنْ كَانَ الثَّوْبُ وَاسِعاً فَالْتَحِفْ بِهِ وَإِنْ كَانَ ضَيِّقاً فَأتَّزِرْ بِهِ
Jika kainnya lebar maka gunakanlah seperti selimut, jika kainnya sempit maka gunakanlah sebagai sarung” (HR. Bukhari no.361)
Allah Ta’ala juga berfirman:
فَاتَّقُوا اللَّهَ مَا اسْتَطَعْتُمْ
Bertakwalah kalian semampu kalian” (QS. At-Taghabun 16 )
Demikian penjelasan kami. Wallahu’alam.

Penulis: Yulian Purnama
Murajaah: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Artikel UstadzKholid.Com

READ MORE......

blogger templates | Make Money Online